News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

3 Tahun Jokowi-Ma'ruf, KontraS: Penyelesaian HAM Berat Hanya Lip Service, Reformasi Polri Gagal

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KontraS menganggap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf selama tiga tahun hanya sekadar janji soal penyelesaian HAM berat dan reformasi Polri gagal total.

TRIBUNNEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) mengevaluasi tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang jatuh pada Kamis (20/10/2022).

KontraS menyoroti penyelesaian pelanggaran HAM berat di era Jokowi-Ma'ruf hanya lip service belaka sejak dikampanyekan pada 2019.

Namun berdasarkan penelusuran KontraS, justru pemerintahan Jokowi menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan cara pemutihan tanggung jawab pelaku dan mengabaikan pemulihan korban.

"Pada 2019 lalu, Jokowi saat kampanyenya berjanji untuk melanjutkan penyelesaian yang berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu."

"Akan tetapi, janji Presiden untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan hanya merupakan lip service lanjutan sejak periode pertama kepemimpinannya," ungkap Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dikutip dari kontras.org.

Hal tersebut, kata KontraS, ditemukan melalui contoh pengadilan HAM dalam kasus Paniai yang dianggap berjalan buruk.

Selain itu, langkah kontraproduktif pemerintahan Jokowi-Ma'ruf terkait penyelesaian HAM berat adalah ditunjuknya Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Kodam Jaya yang dianggap KontraS sebagai penjahat kemanusiaan.

Baca juga: Wawancara dengan Media China, Jokowi Jelaskan Alasan Sering Kunjungan ke Daerah

Sebagai informasi, Untung pernah tercatat menjadi anggota Tim Mawar, sebuah tim yang menjadi dalang dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi tahun 1998 dikutip dari Kompas.com.

Bahkan menurut putusan pengadilan, Untung menjadi satu terdakwa dari 11 orang lain dan memperoleh sanksi pidana dan pemecatan.

"Pengangkatan penjahat kemanusiaan menjadi Panglima Kodam Jaya, merupakan preseden buruk bagi penghormatan HAM, reformasi sektor keamanan, serta penegakan hukum atas kasus pelanggaran HAM berat," kata Fatia.

KontraS juga menyoroti kegagalan lain penyelesaian kasus HAM berat era Jokowi-Ma'ruf lewat cara non yudisial seperti menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM non-Yudisial atau Tim PPHAM.

"(Pembentukan Tim PPHAM) yang telah bermasalh sejak awal dan upaya memecah belah kelompok korban lewat bantuan materil," ujar Fatia.

Reformasi Polisi Gagal Total

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan saat konferensi pers di Ruang Rupatama, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/10/2022). Dalam keterangannya, Kapolri membenarkan penangkapan Irjen Pol Teddy Minahasa Putra terkait dengan jaringan jual beli narkoba. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Fatia juga menyoroti reformasi polisi demi peningkatan kepercayaan publik yang dijanjikan oleh Jokowi.

Menurutnya, perbaikan terhadap Polri hanya terkait citra semata tetapi bukan kinerja secara nyata.

Padahal, menurut Fatia, polisi di lapangan kerap merugikan masyarakat.

"Padahal tindakan anggota kepolisian berupa kekerasan dan pelanggaran telah berimplikasi pada kerugian di masyarakat. Anggota di lapangan kerap melakukan pelanggaran seperti penggunaan senjata api dan salah tangkap," katanya.

Fatia pun meminta hal ini harus dilakukan dengan cara perbaikan struktural di tubuh Polri.

Seperti diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, Polri tengah menjadi sorotan publik lantaran ada beberapa kasus besar yang justru melibatkan anggota Korps Bhayangkara seperti kasus Ferdy Sambo, Tragedi Kanjuruhan, hingga dugaan jual beli narkoba yang menyeret nama Kapolda Jawa Timur, Irjen Teddy Minahasa.

Baca juga: Kompolnas: Anggota Polri Harus Satu Komando di Tangan Kapolri

Sementara berdasarkan survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Polri menjadi salah satu lembaga hukum yang paling tidak percaya oleh publik selain Komisi Pemberantasan korupsi.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan menurut hasil survei yang dilakukan pada 6-10 Oktober 2022, tingkat kepercayan publik terhadap Polri hanya 45 persen.

Sementara KPK berada di angka 46 persen.

"Khusus penegak hukum, yang empat saya sebutkan (Pengadilan, Kejagung, KPK, Polri) terjadi penurunan tajam (kepercayaan publik). Paling rendah tingkat kepercayaan KPK dan Polri," kata Djayadi dalam rilis survei yang digelar secara daring di YouTube LSI, Kamis (20/10/2022).

Baca juga: KSP Minta Para Kepala Daerah Ikuti Cara Kepemimpinan Presiden Jokowi

Adapun survei tersebut dilakukan dengan metode wawancara melalui telepon terhadap 1.212 responden.

Pemilihan sampel dilakukan dengan metode random digit dialing (RDD) atau proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.

Sementara metode yang digunakan memiliki margin of error kurang lebih 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini