TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria akan melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum, Kamis (27/10/2022).
Sidang ini merupakan sidang kedua perkara Obstruction of Justice penanganan tewasnya Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria sudah menjalani sidang perdana, agenda pembacaan dakwaan pada Rabu (19/10/2022).
Sidang keduanya dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena tak mengajukan eksepsi.
Jadwal sidang Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria juga tertera di laman sipp.pn-jakartaselatan.go.id
Dakwaan Jaksa pada Terdakwa Agus Nurpatria Telah Memenuhi Syarat Formil dan Materil
Mantan Kaden A Biropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (19/10/2022).
Kuasa hukum Agus Nurpatria, Henry Yosodiningrat menilai, dakwaan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta selatan telah memenuhi syarat formil dan materil.
"Setelah kami simak dari dakwaan dari jaksa penuntun umum (JPU) secara teliti dan kamu perhatikan yang disusun jaksa penuntut umum telah memenuhi syarat formil dan materil dalam KUHP 143. Oleh karena itu kami tidak mengajukan eksepsi,” kata Henry dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Nantinya sidang akan dilanjutkan pada Kamis (27/10/2022).
Diketahui Kombes Agus Nurpatria didakwa dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum, melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagai mestinya.
Ia turut membantu Ferdy Sambo untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan upaya menguburkan tindak pidana yang terjadi.
Baca juga: Bripka Ricky Rizal Bakal Minta Maaf ke Orang Tua Brigadir J, Tak Bisa Cegah Ferdy Sambo
Diketahui, dalam perkara ini Agus Nurpatria bersama terdakwa lain didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan menghancurkan barang bukti CCTV.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan; Chuck Putranto; Irfan Widianto; Arif Rahman Arifin; dan Baiquni Wibowo.
Keseluruhannya didakwa disangkakan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Kombes Agus Nurpatria Berperan Screening dan Hitung Jumlah CCTV di Kompleks Duren Tiga
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang kasus dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (19/10/2022) siang.
Adapun peran Kaden A Biropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria yang dibacakan dalam surat dakwaan adalah dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum, melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagai mestinya.
Ia turut membantu Ferdy Sambo untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan upaya menguburkan tindak pidana yang terjadi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut terdakwa Agus menyuruh Acay untuk melakukan screening CCTV di lokasi kejadian yakni Kompleks Duren Tiga.
Namun karena Acay tidak berada di lokasi maka Acay memerintahkan anak buahnya Irfan Widyanto untuk melakukan hal itu.
Irfan diminta untuk berkoordinasi dengan Agus.
Irfan pun lalu melakukan screening dan menghitung jumlah CCTV di Kompleks Duren Tiga.
Kemudian Irfan melaporkan kepada Agus dan meneruskannya kepada Hendra Kurniawan bahwa ada 20 CCTV di Kompleks Duren Tiga.
"Oke jangan semuanya, yang penting saja, balas Hendra," ungkap Jaksa.
Lalu, Agus juga memerintahkan Irfan untuk mengambil DVR CCTV dan mengganti DVR CCTV dengan yang baru.
"Semestinya terdakwa Agus Nurpatria Adi Purnama sebagai seorang polisi tahu akan manfaat barang bukti yang berada di sekitar lokasi kejadian tindak pidana," ucap jaksa.
"Dan bukan sebaliknya malah terdakwa ikut serta dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," sambungnya.
Sidang Dakwaan Brigjen Hendra Kurniawan, Tim Penasehat Hukum Tak Ajukan Eksepsi
Sidang perdana terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (19/10/2022).
Hari ini, Brigjen Hendra mengikuti sidang dakwaan obstruction of justice atau menghalangi menyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntun Umum (JPU) membacakan dakwaan yang berisi awal mula Ferdy Sambo menghubungi Brigjen Hendra untuk menjelaskan skenario penembakan Brigadir J.
Kemudian, beberapa di antaranya juga dijelaskan soal perintah Ferdy Sambo untuk mengecek CCTV di area komplek rumahnya di Duren Tiga pasca penembakan Brigadir J.
Atas dakwaan yang dibacakan JPU tersebut, tim penasehat hukum Brigjen Hendra tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).
"Kami tidak akan memberikan tanggapan dan tidak mengajukan eksepsi," kata Penasehat Hukum, Henry Yosodiningrat, Rabu (19/10/2022).
Menurutnya, dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat formil dan materil sesuai aturan.
Disebutkan, uraian peristiwa dalam dakwaan juga dinilai lengkap.
Sebagai informasi, berdasarkan KBBI, eksepsi merupakan tangkisan atau pembelaan yang tidak menyinggung isi surat tuduhan (gugatan), tetapi berisi permohonan agar pengadilan menolak perkara yang diajukan oleh penggugat karena dinilai tidak memenuhi persyaratan hukum.
Diketahui, sidang perkara obstraction of justice atau menghalangi penyidikan pembunuhan Brigadir J digelar pada Rabu (19/10/2022) hari ini.
Para terdakwa obstraction of justice, yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Khusus untuk terdakwa Ferdy Sambo, jaksa juga akan membacakan surat dakwaan terkait kasus obstruction of justice dalam perkara tersebut.
Adapun dalam sidang terdakwa AKBP Arif Rahman, Kombes Pol Agus Nurpatria dan Brigjen Hendra Kurniawan, diketuai oleh Ahmad Suhel.
Sementara Djuyamto dan Hendra Yuristiawan sebagai anggota.
Sidang dilanjutkan pada sesi kedua, dengan terdakwa Kompol Chuck Putranto, AKP Irfan Widianto, dan Kompol Baiquni, diketuai oleh Afrizal Hadi.
Anggota majelis hakim, yakni Ari Muladi dan M Ramdes.
Tak Ajukan Eksepsi, Henry Yosodiningrat Sebut Perbuatan Hendra Kurniawan Bukan Tindak Pidana
Brigjen Hendra Kurniawan tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa dalam perkara perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat mengatakan, tidak diajukannya eksepsi itu didasari karena pihaknya menilai kalau dakwaan yang dijatuhkan jaksa sudah lengkap dan sesuai syarat formil.
"Kami secara jujur, dan harus jujur ya, mengakui bahwa surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat-syarat formil dan materil dari satu surat dakwaan," kata Henry saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Tak hanya itu, tidak diajukannya eksepsi juga karena pihaknya ingin mengedepankan sifat peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
Dirinya juga menyatakan kalau apa yang dilakukan oleh Hendra Kurniawan dalam perkara ini bukanlah merupakan tindak pidana.
"Saya tadi menyampaikan satu hal, bahwa kalau kita lihat dari rangkaian perbuatan yang diuraikan oleh penuntut umum, sama sekali tidak ada satu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana," kata dia.
Sebab kata Henry, perbuatan Hendra Kurniawan itu didasari karena adanya perintah dari Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Karenanya, apa yang dilakukan Hendra Kurniawan tidak ada kaitannya dengan pembunuhan berencana Brigadir J.
"Misalnya diundang oleh Sambo, kemudian datang, ya, kemudian bersama dengan sambo melaporkan ini, jadi, perbuatan-perbuatan lain ya, gak ada perbuatan terdakwa melainkan perbuatan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan terdakwa itu aja," ucap dia.
Terlebih kata Henry, seluruh cerita atau skenario yang diungkapkan oleh Ferdy Sambo saat bertemu Hendra Kurniawan tidak diketahui secara detail apakah itu benar terjadi atau tidak.
Saat itu kata Henry, Ferdy Sambo hanya menyebut telah terjadi pelecehan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi.
Padahal saat pengungkapan kasus tersebut, peristiwa pelecehan seksual yang disampaikan oleh Ferdy Sambo tidak benar adanya.
"Kan tadi dari dakwaan kita bisa dengar ya, kemudian setelah terjadi peristiwa itu. Kemudian FS menghubungi terdakwa melalui telepon, terdakwa masih berada di Pluit ya, kemudian dia datang, begitu dia datang, 'ada apa bang', gitu ya, dia (Ferdy Sambo, red) bilang ada 'kejadian pelecehan terhadap mbak mu (Putri Candrawathi, red)' kan begitu," kata dia.
"Nah dia (Hendra Kurniawan, red) engga tahu apakah peristiwa yang apakah cerita yang disampaikan oleh Sambo ini fakta yang sebenarnya atau tidak," tukas Henry.
Bela Brigjen Hendra Kurniawan dan Kombes Agus Nurpatria, Ini Penjelasan Henry Yosodiningrat
Pengacara terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Henry Yosodiningrat mengungkapkan, pihaknya tidak memiliki target tertentu dalam persidangan kedua kliennya.
Kedua kliennya ialah Brigjen Hendra Kurniawan dan Kombes Agus Nurpatria.
Dirinya tergerak menjadi pengacara untuk kedua terdakwa lantaran ingin meluruskan kejadian yang sebenarnya.
"Saya nggak punya target. Saya hanya ingin meluruskan seperti apa, kalau tidak terbukti bersalah, tidak sah, tidak menyakinkan bersalah ya tentu harus bebas," kata Henry pasca pembacaan surat dakwaan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (19/10/2022).
Menurut Henry, kliennya Agus dan Hendra hanya mengikuti perintah atasan mereka Ferdy Sambo, tanpa mereka mengetahui kejadian yang diceritakan mantan Kadiv Propam Polri itu benar atau tidak.
Henry mengklaim kliennya Hendra dan Agus mengira apa yang diceritakan Sambo benar.
"Terdakwa saat itu menelepon Hendra Kurniawan tapi Hendra Kurniawan ada di Pluit. Terus dia (HK) datang, ada apa bang (tanya ke Sambo), ada kejadian pelecehan mbamu. Nah, HK ini enggak tahu apa yang diceritakan Sambo ini bener atau tidak," ujar Henry.
"Dari surat JPU setebal 50 itu apa tindakan pidana yang dilakukan klien ini," imbuh Henry.
Saat disinggung soal relasi kuasa antara dua kliennya dengan terdakwa, pengacara gaek ini tak ingin berkomentar.
Pihaknya belum akan menyiapkan saksi yang bisa meringankan terdakwa, lantaran masih menunggu saksi dari JPU.
"Yang jelas senioritas dan pangkat itu mempengaruhi, apalagi bawahannya langsung," ujarnya.
Detail Peran Brigjen Hendra Kurniawan, Ditelepon Ferdy Sambo Beberapa Menit usai Brigadir J Tewas
Terungkap peranan detail Brigjen Hendra Kurniawan dalam penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir Noftiansyah Yosua Hutabarat hingga akhirnya menjadi tersangka obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Peranan Brigjen Hendra Kurniawan itu terungkap dalam surat dakwaan terhadap Brigjen Hendra Kurniawan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perdana Brigjen Hendra Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Merujuk surat dakwaan itu, Brigjen Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Karopaminal Divpropam Polri melakukan sejumlah peran untuk menutupi kasus pembunuhan yang dilakukan atasannya, Ferdy Sambo.
Mulai dari memberi perintah mengambil CCTV hingga menutupi kejadian yang sebenarnya.
Perintahkan ambil CCTV
Peran ini bermula saat Brigjen Hendra Kurniawan ditelepon oleh Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022 sekira pukul 17.22 WIB atau beberapa menit setelah Yosua tewas ditembak.
Saat ditelepon, Hendra Kurniawan sedang berada di kolam pancing pantai indah kapuk Jakarta Utara.
Dalam telepon itu, Ferdy Sambo meminta Hendra Kurniawan segera ke rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga karena ada peristiwa yang hendak dibicarakan.
Sekitar pukul 19.15, Hendra Kurniawan tiba di rumah dinas Ferdy Sambo.
Ia bertemu Ferdy sambo di carport rumahnya.
Hendra Kurniawan bertanya," Ada peristiwa apa Bang?"
Dijawab oleh Ferdy Sambo, "Ada pelecahan terhadap mbakmu."
Ferdy Sambo kemudian menceritakan kronologi kejadian pelecahan versi rekayasa yang disusun Sambo.
Setelah mendengar cerita dari Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan kemudian bertemu Brigjen Benny Ali (Karo provos Divpropam Polri) yang lebih dulu tiba di rumah Sambo sekitar setelah Magrib.
Hendra kemudian bertanya kepada Benny Ali, "Pelecahannya seperti apa..?
Benny kemudian menjelaskan kepada Hendra Kurniawan, dimana ia sudah bertemu Putri Candrawathi di rumah Saguling III.
Kepada Benny Ali, Putri Candrawathi menceritakan pelecehan yang ia alami.
Dalam cerita itu, berdasar cerita Putri, Benny mengatakan Putri dilecehkan saat sedang istrirahat di dalam kamar dimana saat itu mengenakan baju tidur celana pendek.
Kemudian Yosua masuk ke kamar dan meraba paha hingga Putri terbangun dan berteriak, lalu terjadilah tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J.
Setelah Hendra mendengar cerita Benny, Hendra kemudian mendekat dan melihat mayat Yosua.
Tidak lama kemudian, mayat Yosua diangkut dengan mobil ambulan sekitar pukul 19.30 WIB.
Setelah jenazah Yosua dibawa ambulan, Hendra dan Benny kembali ke kantor Divpropam Polri.
Selama dalam perjalanan ke kantor, Hendra menelepon Harun supaya menghubungi AKBP Agus Nurpatria yang saat itu menjabat Kaden A Ropaminal Div Propam Polri.
AKBP Agus Nurpatria diminta agar datang ke kantor DivPropam dengan tujuan melakukan klarifikasi kebenaran peritiwa di TKP.
Ketika tiba di kantor Divpropam, Agus Nurpatria telah datang.
Hendra Kurniawan kemudian melakukan klarifikasi kepada Baharada E, Brigadir RR dan Kuat Maruf yang juga sudah berada di kantor Divpropam Polri.
Dalam klarifikasi itu, semuanya intinya membenarkan cerita yang disampaikan Ferdy sambo.
Pukul 20.45, Benny Ali mendapat telepon dari Dedy Murti dan menyampaikan agar Benny Ali menghadap pimpinan.
Baca juga: Usai Diceritakan Skenario Kematian Brigadir J, Benny Ali dan Hendra Kurniawan Menghadap Pimpinan
Saat Benny Ali berangkat dari kantor Divpropam hendak bertemu pimpinan dan mau turun ke Lantai 1 Biro Provost di situ bertemu Ferdy Sambo dan Benny Ali berkata, "Saya dipanggil pimpinan."
Dijawab Ferdy sambo, "O iya, jelaskan saja, nanti saya menghadap juga".
Kemudian Hendra Kurniawan mendampingi Benny Ali menghadap pimpinan.
Setelah menghadap pimpinan, Hendra Kurniawan, Benny Ali, Agus Nurpatria, Adi Purnama dan Harun kembali dipanggil Ferdy Sambo.
Dalam kesempatan itu, Ferdy Sambo kembali menyatakan bahwa ini masalah harga diri.
"Percuma punya jabatan dan pangkat bintang dua kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Brigadir Nofriansyah Yosua," kata Ferdy Sambo sebagaimana tertulis dalam surat dakwaan.
Saat itu, Ferdy Sambo mengaku juga sudah menghadap pimpinan Polri.
"Saya sudah menghadap pimpinan dan menjelaskan. Pertanyaan pimpinan cuma satu yakni "kamu nembak nggak Mbo? dan Ferdy Sambo menjawab "Siap tidak Jenderal. Kalau saya nembak kenapa harus di dalam rumah, pasti saya selesaikan di luar, kalo saya yang nembak, bisa pecah itu kepalanya (jebol) karena senjata pegangan saya kaliber 45," kata Ferdy Sambo dalam surat dakwaan.
Selanjutnya, Ferdy Sambo meminta kepada Hendra Kurniawan dkk agar peristiwa terbunuhnya Yosua diproses sesuai kejadian TKP yang sudah direkasaya.
Keesokan harinya yakni pada Sabtu, 9 Juli 2022, Ferdy Sambo kembali menelepon Hendra Kurniawan.
Saat itu, Ferdy Sambo meminta agar pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan dilakukan di Biro Paminal, bukan di Polres Metro Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo beralasan, agar kasus ini tidak menjadi gaduh, apalagi menyangkut pelecehan Putri Candrawathi.
Selain itu, Hendra Kurniawan juga diminta untuk mengecek CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo.
" Bro, untuk pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Selatan di tempat bro aja ya,,,! Biar tidak gaduh karena ini menyangkut Mbak mu masalah pelecehan dan tolong cek cctv komplek." perintah Sambo sebagaimana tertulis dalam surat dakwaan.
Baca juga: Brigjen Benny Ali Sempat Diceritakan Soal Brigadir J Raba Paha Hingga Kemaluan Putri Candrawathi
Hendra Kurniawan kemudian menindaklanjuti perintah Ferdy Sambo untuk menyisir CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo.
Hendra menghubungi Ari Cahya Nugraha, alias Acay yang merupakan tim CCTV kasus KM 50 namun tidak terhubung.
Kemudian Hendra Kurniawan menghubungi Agus Nurpatria melalui WA call dan meminta agar ke ruangannya terkait pengecekan CCTV.
Akhirnya, anak buah Ari Cahya Nugraha, AKP Irfan Widyanto melakukan pengambilan DVR CCTV di komplek satpam rumah dinas Ferdy Sambo dan berujung pada perusakan DVR CCTV tersebut.
Meski rekaman CCTV berbeda dengan cerita Sambo, Hendra Kurniawan meminta anak buahnya percaya dengan cerita Ferdy Sambo
Dalam surat dakwaan, terungkap pula Hendra Kurniawan meminta rekannya, AKPB Arif Rachman Arifin yang saat itu menjabat Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri agar mempercayai cerita versi Ferdy Sambo.
Padahal, Arif Rachman saat itu melaporkan perihal rekaman CCTV yang berbeda dengan cerita Ferdy Sambo.
Hal ini bermula pada Rabu dini hari, 13 Juli 2022, Kompol Baiquni Wibowo yang diminta mencopy rekaman DVR CCTV oleh Kompol Chuck Putranto menyerahkan copyan DVR CCTV.
DVR CCTV itu merupakan rekaman CCTV yang diambil secara ilegal oleh AKP Irfan Widyanto dari sekitar rumah Ferdy Sambo.
"Nih udah copyannya CCTV," kata Baiquni Wibowo kepada Chuck.
Chuk kemudian melaporkan lebih dulu hal itu ke Arif Rachman yang saat itu juga berada di lokasi
"Bang, kemarin bapak perintahkan untuk mengcopy dan melihat isinya, abang mau lihat nggak?," kata Chuck.
Kemudian Chuck Putranto dan Arif Rachman, Baiquni Wibowo dan Ridwan Rhekynellson Sopaning menonton rekaman CCTV dan diputar dengan laptop Baiquni Wibowo.
Saaat menonton itu, Chuck berkata, "Bang ini Joshua masih hidup."
Hal itu terlihat dalam rekaman CCTV menit 17.07 hingga 17.11 WIB.
Terlihat Josua memakai baju putih dan berjalan dari pintu depan rumah menuju pintu samping melalui taman rumah dinas Ferdy Sambo.
Saat itu, Arif Rachman sangat kaget dengan fakta rekaman CCTV itu.
Hal ini karena Arif Rachman yang sudah mendengar kronologi kejadian tembak menembak yang disampaikan Polres Metro Jaksel ternyata berbeda dengan rekaman CCTV tersebut.
Arif kemudian menghubungi Hendra Kurniawan dan melaporkan hal itu.
Saat melapor ke Hendra Kurniawan, suara Arif Rachman bergetar dan ketakutan.
Hendra kemudian menenangkan Arif Rachman.
Pukul 20.00 WIB, Arif Rachman diajak Hendra Kurniawan menghadap Ferdy Sambo.
Baca juga: Sidang Bharada E, Kamaruddin Simanjuntak Ungkap Putri Candrawathi Coba Goda Brigadir J di Magelang
Hendra kemudian melaporkan apa yang dilihat Arif Rachman dimana ada perbedaan antara keterangan Sambo dan apa yang dilihat di CCTV.
Ferdy sambo mengaku tidak percaya dan berkata, "masa sih."
Hendra Kurniawan kemudian meminta Arif menjelaskan kembali rekaman CCTV itu.
Sambo kemudian mengatakan bahwa itu keliru.
Nada bicara Ferdy Sambo sudah mulai meninggi atau emosi dan menyampaikan kepada Hendra dan Arif
"Masa kamu tidak percaya sama saya."
Lalu. Ferdy Sambo menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman CCTV itu.
Dijawab ada empat orang yang menonton yakni Arif Rachman, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Ridwan Rhekynellson Sopaning
"Berarti kalau ada yang bocor itu dari kalian berempat," kata Ferdy Sambo dengan wajah tegang dan marah.
Ferdy Sambo lalu meminta Arif Rachman menghapus dan memusnahkan file tersebut.
Ferdy Sambo juga menanyakan kepada Arif, apakah Arif tidak memercayainya sambil meneteskan air mata.
"Kenapa kamu tidak berani natap mata saya, kamu kan sudah tahu apa yang terjadi dengan mbakmu," kata Ferdy Sambo kepada Arif.
Baca juga: Sidang Perdana Tak Eksepsi Sidang Kedua Bharada E Sebut Seluruh Keterangan Keluarga Brigadir J Benar
Hendra Kurniawan pun meminta Arif memercayai Ferdy Sambo.
Arif kemudian menemui Chuck Putranto, Baiquni Wibowo agar menghapus file yang ada di laptop dan flashdisk.
"Kalau sampai bocor berarti kita berempat yang bocorin," kata Arif Rachman kepada Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo.
Kemudian, Arif Rachman dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tanganya dan menjadi beberapa bagian sehingga mengakibatkan dokumen elektronik menjadi tidak bekerja. (tribun network/thf/Tribunnews.com)