TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendapati ada dua perusahaan yang melanggar ketentuan dalam produksi farmasi di mana penggunaan bahan baku propilen glikol dengan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas yang dibolehkan.
Kedua industri farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Selain itu ditemukan juga bukti bahwa dua industri farmasi tersebut telah melakukan perubahan bahan baku dan sumber pemasoknya tanpa melewati kualifikasi, serta pengujian bahan baku.
Padahal hal tersebut seharusnya dilakukan para produsen produk farmasi yang mengacu pada ketentuan standar yang ada.
Kedua industri tersebut saat ini sudah diberi sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi dan penarikan kembali serta pemusnahan produk. Keduanya juga diberikan sanksi pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
"Didapati adanya bahan baku pelarut propilen glikol, produk jadi, serta bahan pengemas yang diduga terkait dengan kegiatan produksi sirop obat mengandung EG DEG yang melebihi ambang batas," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam konferensi pers seperti dikutip di live streaming Kompas TV, Senin (31/10/2022).
Adapun bukti yang dikumpulkan adalah bahan baku, produk jadi, bahan pengemas, dan dokumen-dokumen perusahaan.
Saat ditelusuri dari dokumen-dokumen tersebut, PT Yarindo diketahui membeli bahan baku dari satu CV sebagai distributor.
Baca juga: Soal Gagal Ginjal Akut pada Anak, Satu Perusahaan Farmasi akan Disegel Hari Ini
BPOM kemudian mengamankan 64 drum propilen glikol dengan 12 nomor batch berbeda.
Berdasarkan pemeriksaan, BPOM menyatakan patut diduga telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh kedua industri farmasi tersebut.
Misalnya saja, produk PT Yarindo yaitu Flurin Dmp Sirup terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung EG 48 mg. Padahal ambang batas yang disyaratkan hanya kurang dari 0,1 mg. Sehingga komposisi tersebut dinilai amat jauh dari standar yang ada.
Kemudian, memproduksi obat dengan menggunakan bahan tambahan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku obat, sehingga produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan khasiat kemanfaatan dan mutu.
Lalu tidak melaporkan perubahan bahan baku obat, tidak melakukan kualifikasi pemasok, serta tidak melakukan pengujian sendiri terhadap bahan baku yang digunakan.
"Produk PT Yarindo yaitu Flurin Dmp Sirup terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol (PEG) yang mengandung EG 48 mg di mana syaratnya harus kurang dari 0,1 mg, bayangkan," terang Penny.