“Apalagi pancarannya kita ini untuk jamming. Ada potensi resikonya, itu satu," kata Romi.
“Sampai saat ini ijin buat jamming itu belum bisa dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan. Tapi karena kita bernaungnya dibawah militer, jadi sah-sah aja. Tapi secara legal kita harus didukung sama itu," sambung dia.
Baca juga: Penampakan Berbagai Alutsista Canggih Milik TNI Dipamerkan di Depan Istana Negara
Selain perihal perizinan dan regulasi, Romi mengatakan tantangan lain yang dihadapi yakni kepercayaan terhadap produknya.
Dia bilang, sejumlah produk lokal dianggap masih belum maksimal oleh konsumen.
"Tingkat kepercayaan untuk produk-produk lokal masih rendah ya," ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, ketika pengadaan mobil anti-drone yang diproduksi, pihaknya harus menunggu lima tahun agar mobil tersebut dapat dikontrak pemerintah Indonesia.
"Itupun setelah barang-barang si Paspampres itu sendiri sebelumnya dari Eropa, teruskan trouble-trouble padahal kan pembelinya dalam nilai fantastis kan," jelasnya.
Padahal, penggunaan alutsista dalam negeri banyak manfaatnya. Termasuk dalam hal ini masalah perawatan ketika terjadinya kendala dan juga pemangkasan dana.
"Kalau kita, karena kita di Indonesia, kemanapun VVIP pergi, karena domisili di Indonesia, kita bisa ganti (jika ada kerusakan), kita bisa segera fix-kan masalahnya.”
“Kedua karena memang tidak ada perbedaan teknologi yang besar, ini basic nya jammer, blocker dan Radar. Jadi sebenarnya kita bisa support ini full 100 persen kalau kita beli produk dari luar harus ada update software, update teknologi segala macam ongkosnya terlalu besar," ucap Romi.