TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berupaya mempercepat transisi dari batubara ke energi terbarukan dengan proposisi unik dari tenaga terdistribusi biomassa sebagai co-firing agent.
Kementerian ESDM bersama Kementerian LHK, Kementerian Keuangan, Perusahaan Listrik Negara dan Pemerintah Daerah, serta Badan Usaha Milik Negara sedang menyusun peraturan tentang pengembangan kebijakan biomassa untuk energi.
Hal ini mencakup sistem insentif dan disinsentif untuk pengembangan biomassa untuk energi.
"Kami berharap regulasi tentang biomassa untuk mendukung upaya co-firing dapat segera diberikan," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Justianto dalam keterangannya, Selasa (8/11/2022).
Kedepan, pembangkit listrik tenaga biomassa dapat memainkan peran penting dalam mencapai target Energi Terbarukan, termasuk energi biomassa berbasis kayu.
Agus Justianto mengungkapkan kebutuhan Energi Biomassa Berbasis Kayu ditargetkan sekitar 60 juta ton per tahun, dan saat ini masih di bawah kapasitas.
"KLHK mendukung program pemanfaatan biomassa dengan mempromosikan hutan tanaman untuk pengembangan energi dan mengoptimalkan limbah kayu dari hutan dan industri kayu," kata Agus saat menjadi Pembicara Kunci pada Sesi Talkshow "Opsi Co-firing pada Pengurangan Emisi dan Pembangkit Listrik" di Paviliun Indonesia COP27 UNFCCC, di Sharm El Sheik, Mesir
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Indika Nature, PLN dan ITMG juga turut mendorong pemanfaatan biomassa berbasis kayu dalam transisi energi.
Dukungan Kemenko Marves ditegaskan oleh Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Nani Hendiarti.
Baca juga: Pemanfaatan Potensi Biomassa Dinilai Bisa Percepat Transisi Energi
Dalam paparan yang disampaikan, Deputi Nani memaparkan The Needs to Restore Degraded Lands in Indonesia While Creating Economic Opportunity.
Dipaparkan luas hutan produksi 1.3 juta ha dan sedikitnya 32 unit bisnis kehutanan merupakan potensi pemanfaatan hutan lestari yang dapat menghasilkan biomassa berbasis kayu.
Bahkan dengan skema multiusaha kehutanan, pemanfaatan hutan industri dapat lebih dioptimalkan.
Tidak hanya dari pengelolaan hutan produksi, lahan-lahan tidak produktif seperti lahan ex pertambangan juga dapat diberdayakan sebagai lahan untuk pengembangan industri biomassa berbasis kayu.
Begitu juga pemulihan lahan ini dapat dipercepat dengan budidaya tanaman energi seperti kaliandra, agar lahan terdegradasi tetap bisa memiliki nilai ekonomi melalui biomass berbasis kayu.