“Ini PPK saudara yang keberapa kali menjadi PPK? Pertama kali?” timpal Jaksa.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh Fachri.
“Tidak punya sertifikasi?” lanjut Jaksa.
“Tidak punya sertifikasi,” ujar Fachri.
Sebelumnya, Jaksa mendakwa perbuatan Irfan membuat negara merugi Rp 738,9 miliar.
Selain itu, Jaksa juga menyebut kasus ini menyangkut sejumlah pejabat TNI AU, termasuk mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Agus disebut mendapatkan jatah Rp 17.733.600.000 yang disebut sebagai dana komando atau cashback 4 persen dari pembayaran termin pertama tersebut.
Selain mendakwa Irfan merugikan negara miliaran rupiah, Jaksa juga mendakwanya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13.
Kemudian, memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.
Kemudian, memperkaya korporasi yakni Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87.
Irfan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Emosi dicecar jaksa
Dalam sidang itu, Marsekal Pertama Fachri Adamy emosi saat dicecar jaksa KPK terkait surat dari Panglima TNI perihal Pembatalan Kontrak terkait Pengadaan Helikopter Agusta Westland (AW)-101 tahun 2016-2017.
Peristiwa ini terjadi saat Fachri dihadirkan sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 yang menjerat Direktur PT Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.
Baca juga: Dakwaan KPK: Eks KSAU Agus Supriatna Terima Dana Komando Helikopter AW-101 Rp17 Miliar