TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo memberikan jawaban saat ditanya soal dugaan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto menerima uang hasil penambangan ilegal di Kalimanan Timur (Kaltim).
Ferdy Sambo disebut-sebut pernah menelusuri dugaan pelanggaran etik terkait setoran dana ilegal tersebut saat masih bertugas di Propam Polri.
Namun, terkait kasus itu, Sambo memilih berkomentar singkat.
"Tanyakan ke pejabat yang berwenang," kata Sambo sambil menempelkan kedua tangannya di PN Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Sebelumnya Menkopolhukam Mahfud MD menyinggung adanya perang bintang di Polri dalam isu mafia tambang ilegal. Perang bintang yang dimaksud, yaitu saling serang para Pati Polri terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan.
"Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya," kata Mahfud kepada wartawan pada Minggu (6/11/2022).
Baca juga: Buntut Pengakuan Ismail Bolong: IPW Minta Kabareskrim Dinonaktifkan, Kompolnas Turun Tangan
Dalam isu tambang ilegal, Mahfud melihat adanya keanehan terkait video testimoni mantan anggota Polri, Ismail Bolong yang tersebar.
Keanehan lantaran adanya klarifikasi dari video yang juga dilakukan oleh Ismail Bolong.
Diketahui Ismail Bolong mengklaim bahwa video testimoninya dibuat berdasarkan tekanan dari Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri yang kala itu dipimpin Brjgjen Pol Hendra Kurniawan.
Setelah itu, Ismail Bolong pun resmi pensiun dini per 1 Juli 2022.
"Aneh ya. Tapi isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya," kata Mahfud MD.
Terpisah, Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Ito Sumardi menanggapi pernyataan Ismail Bolong yang mengaku menyetor Rp6 miliar ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Saat ini, Ismail Bolong telah mengklarifikasi pernyataannya dan mengatakan bahwa dia tidak pernah mengenal Komjen Agus Andrianto. Video pernyataan itu dibuat di bawah tekanan.
Ito Sumardi mengatakan bahwa tuduhan Ismail Bolong ke Agus Andrianto merupakan tuduhan yang sangat serius meski pernyataannya telah dicabut.
Sebab, tuduhan itu menyangkut nama baik seseorang.
Menurutnya, ada pihak ketiga di balik Ismail Bolong yang tengah menyerang Komjen Agus Andrianto karena menangani kasus Ferdy Sambo.
“Ini kan sangat serius karena sudah menyangkut nama pribadi. Kita tahu bahwa Kabareskrim itu kan yang menangani kasusnya Ferdy Sambo, tentunya akan banyak serangan ke beliau,” kata Komjen (purn) Ito Sumardi dalam Kompas Petang, Senin (7/11/2022).
Komjen (purn) Ito mengatakan bahwa seorang Kabareskrim tidak mungkin menerima sesuatu dari orang asing seperti yang dikatakan Ismail Bolong, memberikan setoran tambang ilegal sebesar Rp6 miliar.
“Secara logika, kurang masuk akal kalau seorang pimpinan tertinggi di Bareskrim menerima sesuatu dari sesuatu secara langsung.”
Namun demikian, Ito memastikan bahwa pernyataan Ismail Bolong bukanlah perang bintang, seperti yang disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
“Tapi ini bukan berarti ini dilakukan oleh perang bintang. Mungkin kalau ada yang kecewa, itu wajar, tapi bukan dari kelompok bintang,” jelas dia.
Terkait pihak ketiga itu, Ito menjelaskan bahwa mungkin ada sejumlah pihak yang memanfaatkan situasi ini dengan melakukan serangan kepada anggota Polri.
Menurutnya, serangan itu dibuat oleh pihak yang tidak puas dengan ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang tidak pandang bulu dalam menguak kasus.
“Saya kira, sementara ini kita bisa mengambil satu kesimpulan bahwa yang bersangkutan itu adalah membawa pesan dari pihak ketiga. Ini harus betul-betul didalami, dibuktikan, dan melibatkan KPK,” tegas Ito.
Isi Testimoni Ismail Bolong Soal Mafia Tambang Ilegal
Awalnya, sebuah video yang menampilkan pengakuan Ismail Bolong menyetor duit tambang ilegal kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto muncul dalam diskusi bertajuk "Mengungkap Persengkokolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang" di kafe Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan pada Kamis (3/11/2022).
Dalam video itu, Ismail Bolong tampak sedang membacakan sebuah surat pengakuan yang menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutaikartanegara, Kalimantan Timur.
"Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin," kata Ismail Bolong di dalam video tersebut.
Menurut pengakuannya dalam video itu, dia memperoleh keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batu bara ilegal mencapai Rp 5-10 miliar setiap bulan.
Keuntungan tersebut terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021.
Setahun lebih mengeruk perut bumi tanpa izin, Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.
Koordinasi itu diduga untuk membekingi kegiatan ilegal yang dilakukan Ismail dan perusahaan tambang batubara agar tak tersentuh kasus hukum.
Koordinasi itu tak gratis. Ismail mengaku harus menyerahkan uang kepada Agus sebesar Rp 6 miliar.
Uang tersebut telah disetor sebanyak tiga kali, yaitu pada September 2021 sebesar Rp 2 miliar, Oktober 2021 Rp 2 miliar, dan November 2021 Rp 2 miliar.
"Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya."
Tak hanya Agus, Ismail Bolong juga mengaku menyetorkan uang kepada pejabat reserse Polres Bontang.
"Saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang, AKP Asriadi di ruangan beliau," katanya.
Berikut isi pengakuan lengkap Ismail Bolong:
Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin, dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.
Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal ini, tidak ada perintah dari pimpinan. Melainkan atas inisiatif pribadi saya. Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan.
Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp 5 sampai 10 miliar dengan setiap bulannya.
Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau.
Sedangkan untuk koordinasi ke Polres Bontang, saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang AKP Asriadi di ruangan beliau.
Saya mengenal saudara dan Tampoli yang pernah menjual batu bara ilegal yang telah saya kumpulkan kepada saudari Tampolin sejak bulan Juni 2020 sampai dengan bulan Agustus tahun 2021. Demikian yang saya sampaikan. Terima kasih, jenderal.
Klarifikasi Ismail Bolong Terhadap Video Testimoninya
Tak lama setelah video itu beredar, Ismail Bolong melakukan klarifikasi terhadap video tersebut.
Dalam pengakuan terbaru Ismail Bolong, ia menyebut dirinya tidak pernah bertemu dan memberikan uang kepada Kabareskrim.
"Saya tidak pernah memberikan uang ke Kabareskrim, apalagi ketemu sama Pak Kabareskrim," kata Ismail Bolong dikutip dari Tribunnews.com.
Ismail menyebut video yang sebelumnya viral itu diambil pada Februari 2022 lalu.
Dikatakannya, saat itu ia dalam situasi tertekan lantaran mendapat intimidasi dari Brigjen Hendra Kurniawan.
"Saya mengajukan permohonan maaf ke Pak Kabareskrim. Saat testimoni itu saya dalam tekanan dari Brigjen Hendra dari Mabes," ujarnya.
Dia mengungkapkan video itu direkam oleh anggota polisi Paminal Mabes Polri yang datang khusus ke Balikpapan.
Pemeriksaan pun berlangsung selama beberapa jam, mulai pukul 22.00 WITA hingga pukul 02.00 WITA.
Dirinya terus diintimidasi karena tak bisa berbicara dan dibawa ke hotel.
"Saya ingat, saya di hotel sampai subuh, dikawal 6 anggota dari Mabes. Karena tak bisa ngomong, dan dalam tekanan, akhirnya terus intimidasi dan dibawa ke hotel," ujarnya.
Saat sampai di kamar hotel, dia pun langsung disodorkan sebuah tulisan yang harus dia baca.