TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya kemungkinan korporasi menjadi tersangka dalam kasus pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016 sampai dengan 2022.
Peluang tersebut terbuka setelah adanya evaluasi terkait keterlibatan perusahaan di dalam kasus ini.
"Untuk penetapan korporasi ini kan ada syarat-syaratnya. Sejauh mana korporasi itu memang menghendaki terjadinya perbuatan itu atau memang diuntungkan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi pada Selasa (15/11/2022).
Keterlibatan perbuatan korporasi di dalam perkara ini diungkapkan Kuntadi berkaitan dengan pengumpulan dana oleh Asosiasi Industri Pengolah Garam Indonesia (AIPGI).
Tim penyidik pun menemukan dana tersebut diserahkan kepada pihak Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Sudah ada aliran memberikan," katanya.
Dana itu digunakan untuk mengatur kuota impor garam yang diberikan Kemenperin.
Pun dengan Direktur PT Sumatraco Langgeng Abadi, Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Hingga kini tim penyidik masih melakukan pendalaman terkait adanya kebijakan perusahaannya terkait aliran dana kepada Kemenperin.
"Itu masih didalami apakah ini policy dari korporasinya atau tidak," kata Kuntadi.
Selain Sanny Tan, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada Rabu (2/11/2022).
Baca juga: Kejagung Kembali Tetapkan Tersangka dalam Kasus Impor Garam, Kali Ini dari Pihak Swasta
Mereka ialah Dirjen Industri Kimia Farma dan Tekstil Kemenperin, Muhammad Khayam; Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Fridy Juwono; Kepala Sub Direktorat Indusri Kimia Farma, Yosi Arfianto; dan Ketua Asosiasi Industri Pengolah Garam Indonesia, F Tony Tanduk.
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka setelah tim penyidik melakukan gelar perkara.
"Dan mengumpulkan bukti yang cukup," kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi pada Rabu (2/11/2022).
Keempat tersangka diketahui telah merekayasa data kebutuhan dan distribusi garam industri sehingga seolah-olah dibutuhkan impor garam sebesar 3.7 juta ton.
Padahal para tersangka mengetahui data yang mereka susun akan menjadi dasar penetapan kuota impor garam.
"Akibatnya, impor garam industri menjadi berlebihan dan membanjiri pasar garam konsumsi domestik," kata Kuntadi.
Para tersangka pun dikenakan pasal Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.