News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rancangan KUHP

Libatkan Penyuluh Publik, Sosialisasi RKUHP Sasar Masyarakat di Wilayah 3T

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke masyarakat dalam format webinar.

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melanjutkan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada masyarakat khususnya warga di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan arahan mengenai sosialisasi RKUHP ini.

Dalam implementasinya melibatkan Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik IKP Kominfo bersama Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Direktur Informasi Komunikasi Polhukam Kementerian Kominfo Bambang Gunawan di acara sosialisasi via virtual yang diikuti oleh ratusan peserta menjelaskan, sosialisasi RUU KUHP telah dilakuian dalam bentuk dialog publik di 11 kota di seluruh Indonesia.

"Acara ini diharapkan dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RKUHP kepada elemen publik secara luas. Dalam waktu dekat RKUHP akan disahkan yang merupakan produk asli masyarakat Indonesia," ungkap Bambang, dikutip Sabtu 18 November 2022.

Baca juga: Sosialisasi RUU KUHP Diharapkan Jadi Sarana Tingkatkan Pemahaman Publik atas Urgensi Pembaruan KUHP

Kegiatan Sosialisasi RUU KUHP secara daring diikuti para Penyuluh Informasi Publik (PIP) wilayah Indonesia Bagian Tengah.

Menurut Bambang, PIP merupakan mitra strategis Kemenkominfo dalam membantu menyebarluaskan program dan kebijakan pemerintah khususnya di wilayah 3T serta daerah lain yang masih membutuhkan penyebaran informasi secara tatap muka.

Khususnya bagi daerah yang belum mendapatkan sinyal dan akses internet.

"Dengan adanya kegiatan ini semoga para rekan-rekan PIP bisa menyebarluaskan informasi baik terkait RKUHP dengan bahasa yang lebih mudah diterima oleh masyarakat," ujar Bambang.

PIP memiliki peran penting dalam penyebaran informasi terkait RKUHP kepada masyarakat. Bambang menyebut beberapa pasal yang terdapat dalam RKUHP amat berkaitan langsung terhadap kepentingan masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di daerah-daerah.

Seperti misalnya terkait aturan mengenai masalah peternakan dan pertanian di RKUHP.

"Perwujudan negara hukum berdasarkan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum. Salah satunya dengan melakukan revisi terhadap KUHP," jelas Bambang.

Baca juga: Targetkan Finalisasi RKUHP Pekan Depan, Ketua Komisi III DPR: Ini Bukan Produk PDIP dan Jokowi

Dalam webinar tersebut, hadir pula narasumber Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam Arif Mustofa, akademisi Universitas Indonesia (UI) Surastini Fitriasih, serta Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti yang juga Ketua MAHUPIKI Yenti Garnasih.

Arif Mustofa menjelaskan, penerapan hukum pidana yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat menuntut untuk diperbaharuinya KUHP yang sebelumnya merupakan warisan hukum nasional dari era kolonial Belanda.

Pasalnya, kehidupan bermasyarakat di Indonesia saat ini sudah jauh berubah dibandingkan dengan zaman pendudukan Belanda. Pemerintah menyesuaikan perubahan tersebut melalui RKUHP.

"Dibutuhkan KUHP baru untuk menggantikan KUHP buatan Belanda. Ada hal yang berubah secara drastis. Pemerintah menyesuaikan perubahan tersebut melalui RKUHP. Pemerintah ingin menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional pengganti hukum pidana lama buatan Belanda," ungkapnya.

Pembahasan RKUHP sendiri sudah dilakukan dalam waktu yang sangat panjang.

Di mulai pada tahun 1958 hingga saat ini.

RKUHP disusun melalui nilai-nilai keindonesiaan sebagai upaya dekolonisasi dari sistem pidana Indonesia.

RKUHP juga mengedepankan demokratisasi dalam masa pembahasan substansinya yang sudah melalui 7 periode kepemimpinan presiden.

"Terdapat 15 Kementerian serta 17 Profesor dan ahli hukum pidana yang terlibat. Pemerintah mulai merancang RKUHP sejak tahun 1970 untuk mengganti KUHP yang berlaku saat ini. Proses pembahasan KUHP sangat panjang," tegas Arif.

Arif melanjutkan saat ini Indonesia sudah memiliki dan menghasilkan RKUHP yang relatif siap untuk diundangkan.

Pemerintah melalui Wakil Menkumham (Wamenkumham) telah menyerahkan draf RKUHP terbaru kepada Komisi III DPR.

Pemerintah juga terus melakukan dialog publik untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas.

"Serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap RKUHP yang sudah ada," katanya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menjelaskan RKUHP yang disusun oleh pemerintah memiliki 17 keunggulan sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern.

Baca juga: Anggota Komisi III DPR: Pembahasan RKUHP Sudah Terlalu Lama, Banyak Pihak Rindu Segera Disahkan

Dalam menyusun RKUHP pemerintah mempertimbangkan asas keseimbangan hingga rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas.

"Beberapa pasal-pasal RKUHP juga mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan hingga perluasan jenis pidana pokok seperti pengawasan dan kerja sosial. Pidana denda juga diatur dalam 8 kategori," tutur Yenti.

Dalam paparannya, Yenti menjelaskan dalam RKUHP memberikan payung hukum bagi hakim untuk mengeluarkan putusan yang bersifat pemaafan.

Hakim dapat memutuskan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan pidana.

Hakim akan mempertimbangkan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi kemudian, hingga segi keadilan dan kemanusiaan.

"Ini adalah pemaafan oleh hakim, sudah masuk di persidangan. Seperti restorative justice yang telah masuk lebih dulu di tahap penyidikan. Harus dinyatakan betul dalam putusannya memang dimaafkan hakim dalam pertimbangannya," ujar Yenti.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Surastini Fitriasih menjelaskan pemerintah telah memperbaharui beberapa pasal yang ada dari draf awal RKUHP. Tim penyusun KUHP terus menerus melakukan rapat-rapat membahas masukan dari masyarakat tentang RKUHP khususnya terkait 14 pasal isu krusial yang ada dalam RKUHP.

"Draf RKUHP versi 18 September ada 14 isu krusial yang menjadi perhatian masyarakat dan didengar oleh pemerintah," ungkapnya.

Surastini menjelaskan salah satu isu krusial RKUHP yang menjadi perhatian masyarakat ialah pasal terkait penghinaan presiden yang diatur dalam pasal 218 RKUHP. Surastini memastikan bahwa pasal 218 RKUHP tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang telah dianulir oleh MK.

"Tetapi justru mengacu pada Pertimbangan dan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pasal 207 KUHP yang menyatakan bahwa dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden atau Wakil Presiden selaku pejabat tepat bisa dituntut dengan Pasal Penghinaan Terhadap Penguasa Umum tapi sebagai Delik Aduan," ujarnya.

Surastini memastikan Pasal 218 RKUHP tidak akan membatasi kebebasan demokrasi dan berpendapat. Karena pasal tersebut telah memberikan batasan yang jelas terkait kritik dan penghinaan yang bisa masuk dalam ranah pidana. Dijelaskan bahwa kritik dimaksudkan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa dipidana.

"Ketentuan ini selaras dengan pengaturan penghinaan terhadap kepala negara sahabat, dan juga merupakan pemberian dari penghinaan terhadap warga negara biasa dan penghinaan terhadap pejabat," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini