TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, pihaknya belum berhenti melakukan penyelidikan kasus kardus durian yang diduga menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Kardus durian merupakan tempat uang senilai Rp 1,5 miliar yang ditemukan petugas KPK di Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada tahun 2011.
Firli mengungkap hal itu saat menjawab pertanyaan awak media usai menggelar konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan suap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).
"Perkara lama yang disebut kardus durian ini juga menjadi perhatian kita bersama. Tolong kawal KPK, ikuti perkembangannya. KPK pastikan setiap perkara disampaikan kepada rekan-rekan semua," ucap Firli Bahuri di kantornya.
Pernyataan Firli dipertegas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto.
Dirinya menyatakan lembaga antirasuah belum pernah mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan perkara dimaksud.
"Kami belum ada penghentian, penyelidikan masih berjalan," ujar Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (28/11/2022).
Inspektur Jenderal Polisi itu mengaku belum bisa memastikan kapan perkara kardus durian ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Hal ini lantaran ada dua saksi kunci dalam perkara ini yang sudah meninggal dunia.
"Terkait bisa ditingkatkan atau tidak, beberapa saksi kunci telah meninggal dunia, kalau enggak salah di perkara itu ada dua," ucap Karyoto.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta tim penyidik kembali melakukan gelar perkara atas kasus korupsi kardus durian.
Kasus ini diduga menyeret nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang saat itu menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Menakertrans).
Baca juga: KPK Sebut Penyelidikan Kasus Kardus Durian Masih Berlanjut
Menurut pimpinan KPK yang belum lama dilantik ini, gelar perkara diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya bukti yang cukup terkait pengembangan perkara ini.
"Saya berharap ada dulu ekspose biar kita lihat, apakah nanti ada bukti yang cukup untuk ditingkatkan atau tidak, ini kan perlu satu kepastian hukum juga," kata Johanis kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Selasa (22/11/2022).
Johanis mengatakan gelar perkara dalam perkara kardus durian ini, diperlukan untuk kepastian hukum para pihak yang terseret namanya.
"Ya kita lihat, apakah perbuatannya ini terindikasi korupsi atau tidak? Kalau tidak ya kita katakan tidak, kalau iya kita tingkatkan, sehingga ada kepastian hukum dan ada keadilan, sebagaimana tujuan hukumnya," ujar Johanis.
Respon Cak Imin
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin enggan menanggapi terkait kasus “kardus durian” yang kembali disorot Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Jakarta, Cak Imin enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait kasus tersebut, Senin, (31/10/2022).
Cak Imin yang sebelumnya menjelaskan soal agenda pertemuannya dengan Presiden kepada wartawan langsung menuju mobilnya saat ditanya kasus tersebut.
“Nanti saja,” ujar salah seorang staf Cak Imin.
Kasus kardus durian adalah kasus suap pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kemnakertrans.
Kasus ini juga melibatkan PT Alam Jaya Papua sebagai pihak swasta.
Diketahui, saat kasus korupsi terjadi, Cak Imin saat itu menjabat sebagai Menakertrans.
Tim penindakan KPK kala itu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 25 Agustus 2011 dan meringkus dua anak buah Cak Imin.
Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan bekas Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Baca juga: Wakil Ketua KPK Minta Tim Penyidik Gelar Perkara Kasus Kardus Durian
Dua anak buah Menakertrans Muhaimin Iskandar tersebut diduga menerima suap Rp 1,5 miliar dari pengusaha yang bernama Dharnawati terkait dengan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT).
Dharnawati yang merupakan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua juga diamankan petugas KPK dalam OTT itu.
Dadong Irbarelawan membuat pengakuan yang memojokkan keterlibatan Cak Imin.
Ia mengatakan komitmen fee dari Dharnawati Rp 1,5 miliar diduga memang akan diberikan kepada Cak Imin.
Dadong, saat pemeriksaan terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 2012, menyebutkan beberapa fakta tentang keterlibatan Cak Imin.
Pada Mei 2011, Nyoman memanggil Dadong datang ke ruangannya.
Di dalam ruangan sudah ada Dharnawati dan Dhany S Nawawi, mantan Staf Khusus Presiden Bagian Tim Penilai Akhir.
Nyoman memperkenalkan keduanya kepada Dadong yang hendak ikut mengerjakan proyek di Kemenakertrans itu.
"Katanya Pak Dhany sudah ketemu dengan Pak Muhaimin," kata Dadong menirukan ucapan Nyoman ketika diperiksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3/2012).
"Pada waktu itu, saya diam saja," katanya.
Pada 23 Agustus 2011, dua hari sebelum dicokok KPK, kata dia, Sindu Malik memanggilnya ke lantai dua Kementerian di Kalibata, Jakarta Selatan.
Sindu adalah mantan pejabat Kementerian Keuangan.
Dadong mengetahui ruang itu kerap ditempati Sindu.
Di ruangan itu, selain ada Sindu, ada Muhammad Fauzi.
Dia mantan anggota tim asistensi Menteri Muhaimin.
Dadong bertanya kepada dua orang tersebut siapa yang akan menerima duit dari Dharnawati.
"Dijawab Pak Sindu dan Pak Fauzi, untuk Trans I," kata Dadong.
Ia memberikan pernyataan ini setelah mendapat pertanyaan dari ketua majelis hakim Herdin Agustien.
Baca juga: Firli Bahuri Sebut KPK Bekerja Senyap dalam Pengusutan Kasus Kardus Durian
"Setahu saya, Trans I itu Pak Muhaimin," ujar Dadong.
Ia melanjutkan, "Kata Fauzi, nanti saya klarifikasi lebih lanjut."
Dadong pernah juga berhubungan melalui telepon dengan Dhany.
Dia mengatakan Dhany menelepon untuk meng-clear-kan adanya komitmen fee 10 persen dari proyek PPID transmigrasi itu.
Dharnawati, kata Dadong, mulanya tidak mau memberikan komitmen fee sebesar itu, tapi Sindu Malik mengancam akan mengalihkannya ke pengusaha lain jika tidak sanggup memenuhi komitmen fee 10 persen tersebut.
Akhirnya, melalui Dhany, Dharnawati menyanggupi komitmen fee itu.
"Oke, kalau begitu saya komit. Tapi ada sebagian dana yang diambil untuk saya serahkan ke Pak Menteri," kata Dhany seperti dikutip oleh Dadong.
Dadong juga mengatakan bahwa Dhany menyatakan Dharnawati mendapat informasi Menteri butuh lebih dari Rp1,5 miliar.
Kemudian Dharnawati menitipkan buku tabungan, kartu anjungan tunai mandiri, dan PIN ATM kepadanya, yang di dalamnya berisi Rp500 juta.
"Saya titip buku tabungan untuk disampaikan langsung ke Menteri," ujar Dharnawati, yang ditirukan oleh Dadong.
Dadong juga mengatakan yang dimaksud dengan menteri adalah Muhaimin Iskandar.
Namun, dalam beberapa kesempatan, Cak Imin berkali-kali membantah, baik di dalam atau luar persidangan.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara kepada I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan.
Tak hanya itu, majelis hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Berdasarkan fakta pengadilan, Suisnaya dan Dadong terbukti bersalah menerima suap pada program PPIDT.
Baca juga: Perjalanan Kasus Kardus Durian yang Jadi Perhatian KPK
Sementara, Dharnawati dijatuhi hukuman 2,5 tahun bui dan denda Rp100 juta.
Hakim menyatakan Dharnawati terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi memberikan suap kepada dua pejabat negara. (Tribunnews/Ilham)