TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah Korpri yang hari ulang tahunnya diperingati setiap tanggal 29 November.
Tahun ini, Hari Kopri jatuh pada Selasa, 29 November 2022 dan telah memasuki peringatan ke-51.
Dikutip dari kemdikbud.go.id, Korpri adalah wadah yang terdiri atas ASN.
Korpri merupakan organisasi yang bersifat netral dan tidak berpihak terhadap partai politik tertentu.
Korpri memiliki peran dalam mendukung ASN melaksanakan tugas-tugasnya sebagai penyelenggara negara.
Diketahui, Korpri didirikan pada 29 November 1971 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971, dilansir bone.go.id.
Baca juga: Kumpulan Link Twibbon Twibbon Hari KORPRI Nasional 2022, Lengkap dengan Cara Membuatnya
Lantas bagaimana sejarah singkat terbentuknya KOPRI?
Simak sejarah Hari Korpri dikutip dari Korpri.go.id, korpri.blitarkab.go.id dan bone.go.id :
Sejarah Hari Korpri
Hari Korpri diperingati bertepatan dengan terbentuknya Korpri, yakni pada 29 November 1971.
Menurut laman resmi Korpri, latar belakang sejarah Korpri dimulai saat masa penjajahan kolonial Belanda.
Saat itu, banyak pegawai pemerintahan Hindia Belanda yang berasal dari kaum bumi putera.
Pada penjajahan, kedudukan pegawai dipandang pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.
Ketika Jepang menguasai Indonesia, kedudukan Belanda pun ikut terancam.
Secara otomatis seluruh pegawai pemerintahan eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca juga: 15 Ucapan Selamat Hari KORPRI ke-51, Cocok Jadi Caption Media Sosial
Tiga Kelompok Pegawai NKRI
Pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar.
Yang pertama Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI.
Kedua, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda dengan nama non kolaborator.
Terakhir, pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda disebut kolaborator.
Setelah Belanda baru mengakui kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat.
Era RIS, atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet.
Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai.
Kemudian, para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri.
Sehingga, pegawai negeri tidak bersifat netral dan hanya mementingkan kepentingan partai saja.
PNS yang seharusnya berfungsi melayani masyarakat (publik) dan negara menjadi alat politik partai.
Kenaikan pangkat PNS misalnya dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau pimpinan departemennya.
Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai mana ia berasal.
Korpri pada tahun 60-an
Betahun-tahun prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan.
Namun, kondisi tersebut telah berhenti setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan Dekrit Presiden sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensiil berdasar UUD 1945.
Akan tetapi, dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar.
Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
Munculah berbagai upaya agar pegawai negeri bersifat netral dan tidak memihak atas kekuasaan partai-partai.
Korpri bersifat netral
Pada awal era Orde Baru, penataan pegawai negeri atau Korpri dilakukan secara netral.
Hal tersebut berdasarkan Keppres RI Nomor: 82 Tahun 1971 tentang KORPRI, dilansir dari korpri.blitarkab.go.id.
Peraturan tersebut telah ditetapkan pada 29 November 1971.
Salah satu bunyinya adalah "merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (Pasal 2 ayat 2).
Tetapi, masa-masa pegawai negeri yang bersifat netral tak berlangsung lama.
Korpri menjadi alat politik begitu terdapat UU No. 3 Th. 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol.
Apapun yang dilakukan Korpri selalu memihak kepada salah satu partai.
Seperti pada Musyawarah Nasional Korpri, organisasi Korpri menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.
Setelah era Reformasi, akhirnya tekad Korpri menjadi netral telah diusahakan oleh para kepala negara.
Dalam mencegah keberadaan PNS yang ingin menjadi anggota parpol, muncullah Panca Prasetya Korpri PP Nomor 12 tentang Perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 1999.
Dikutip dari bone.go.id, Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia disebut juga sebagai sumpah/janji pegawai negri sipil.
Tujuan agar dapat menciptakan sosok PNS yang profesional, jujur, bersih dari segala korupsi, kolusi, nepotisme, berjiwa sosial, dan sebagainya.
Panca Prasetya Koprs Pegawai Republik Indonesia
Simak Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia, menurut bone.go.id
Kami Anggota Korps Pegawai Republik Indonesia adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjanji:
1. Setia dan taat kepada negara kesatuan dan pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara,serta memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara;
3. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongan;
4. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan Korps Pegawai Republik Indonesia ;
5. Menegakkan kejujuran, keadilan, dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme
(Tribunnews.com/Safira)