TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membantah jika aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat kecolongan.
Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar mengatakan diksi kecolongan dirasa kurang pas dalam insiden ini.
"Istilah kecolongan itu tidak pas ya, jadi kalau peristiwa seperti itu bukan kecolongan," kata Boy kepada wartawan, Rabu (7/12/2022).
Menurut Boy, diksi kecolongan lebih tepat dipakai untuk peristiwa pencurian.
Sesuatu hal yang mengambil barang milik orang lain baru bisa dibilang kecolongan.
"Kalau peristiwa kecolongan itu mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya tanpa ijin ya. Itu artinya nyolong," tuturnya.
Untuk insiden yang terjadi di Bandung, kata Boy, merupakan bentuk kejahatan yang mencari kesempatan.
Meski begitu, Boy tetap mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap waspada agar tidak ada lagi peristiwa serupa terjadi.
"Jadi dia cari celah-celah kapan, jamnya, jadi dia bisa jadi ketika semua kita sedang tertidur, kita tidak ada ditempat, kita tidak ada ditempat. Tapi dilihat ada simbol-simbol yang layak untuk diserang, dilakukan itu," jelasnya.
DPR Kritik BNPT Kecolongan
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Santoso mengkritik program deradikalisasi yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hal itu disampaikan sekaligus merespons peristiwa bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat.
Santoso menyebut, program deradikalisasi jangan hanya sekadar berorientasi pada anggaran.
"Program diradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT jangan hanya berorientasi pada penyerapan anggaran," kata Santoso kepada wartawan, Rabu (7/12/20222).