TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bangun kewaspadaan bersama untuk menghadapi munculnya kasus-kasus penyakit langka lewat sejumlah upaya antisipatif, dalam rangka melindungi setiap warga negara.
"Meski langka dan terbilang sedikit jumlah kasusnya, negara harus hadir untuk memberi perlindungan dan bagaimana mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka di tanah air," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema 'Tata Kelola Penyakit Langka untuk Pembangunan Inklusif dan Berkelanjutan di Indonesia' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (7/12/2022).
Diskusi dimoderatori Yustitia M. Arief, SH (Ketua Advocacy for Disability Inclusion /AUDISI Foundation).
Menghadirkan pembicara Nurhadi, S.Pd (Anggota Komisi IX DPR RI), dr. Imran Pambudi, MPHM (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI), Prof. Dr. Sunartini Hapsara, Sp.A(K), Ph.D (Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM-Relawan Anak dan Masyarakat Disabilitas), dan Premana Wardayanti Premadi, Ph.D (Ketua dan Pendiri Yayasan ALS Indonesia–Kepala Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung).
Selain itu, menghadirkan Muhammad Murdani, S. Sos.I (Penyandang Penyakit Langka) dan Dyah Soekasto (Ibu dari 3 anak dengan penyakit langka) sebagai penanggap.
Baca juga: Bakteri Penyebab Penyakit Langka Melioidosis Ditemukan di AS untuk Pertama Kali
Menurut Lestari, merupakan tugas negara dan kita semua, untuk membangun kewaspadaan dalam mengantisipasi munculnya kasus-kasus penyakit langka.
Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sesuai konstitusi UUD 1945, negara memiliki tugas dan tanggung jawab melindungi seluruh warga negara, termasuk dari ancaman penyakit langka.
Meski kasusnya jarang ditemukan, jelas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, tata kelola penanggulangan penyakit langka patut diciptakan sehingga penanganan dapat segera dilakukan.
Diakui Rerie, per 2018, tercatat 120 pasien yang terdiagnosis penyakit langka di Indonesia.
Sementara untuk kasus khusus seperti penyakit kulit langka atau epidermolysis bullosa, berdasarkan data Yayasan Debra Indonesia (yayasan yang menangani epidermolysis bullosa), per Oktober 2021 tercatat 66 pasien di Indonesia.
Karena langka, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat masyarakat bahkan petugas kesehatan di daerah seringkali tidak memahami, sehingga kemungkinan besar menghadapi kendala dalam menangani penyakit tersebut.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mendorong agar negara hadir dalam penanganan penyakit langka, sesuai amanah dari UUD 1945.
Apalagi, jelas Nurhadi, 75 persen penyakit langka diderita oleh anak-anak. Sehingga, tambahnya, seringkali penderita penyakit langka dan keluarganya mengalami tekanan secara mental karena diabaikan masyarakat.
Nurhadi meminta agar elemen masyarakat juga ikut mengingatkan pemerintah akan pentingnya penanganan penyakit langka tersebut.