Jammi menegaskan program deradikalisasi itu sifatnya voluntary - sukarela. Jadi BNPT dan aparat tidak bisa memaksa seorang narapidana terorisme untuk mengikuti program deradikalisasi.
“Jika kita melihat dari tindakan yang dilakukannya, maka bisa dipastikan pelaku ini tidak mengkuti atau masih merah program deradikalisasinya. Pencegahan terus dilakukan, tapi kita tidak bisa mengetahui isi kepala atau jalan pemikiran setiap orang warga Indonesia,” terangnya.
Kapolri pun telah mengkonfirmasi pelaku bom bunuh diri masih dikategorikan merah. Artinya dia menolak untuk ikut program deradikalisasi selama di lapas.
“Padahal dari program deradikalisasi ini, para napiter mendapatkan pembinaan dan pemberdayaan sehingga banyakbyang kembali setia pada NKRI. Mereka diberdayakan agar kuat secara ekonomi serta mandiri. Kemudian mampu menjadi corong narasi kebangsaan melawan narasi sesat atas nama agama,” lanjutnya.
Dalam pandangan Jammi, tafsir tekstual dan eksklusif menjadi akar masalah untuk pembenaran melakukan kekerasan atas nama agama. Padahal agama ruhnya adalah welas asih.
"Kalau dilihat berdasarkan data, kejadian teror di Kota Bandung korbannya semua muslim. Bahkan salah satu korban dari pihak polisi, anaknya di pesantren. Begitu juga korban luka-luka kebanyakan muslim," terangnya.
Sementara itu, Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar menegaskan bahwa tak boleh ada ruang bagi ideologi kekerasan bertumbuh kembang di Indonesia.
"Kita harus berupaya maksimal, tidak ada ruang ideologi-ideologi berbasis kekerasan ini berada di lingkungan kita," jelasnya di Jakarta, kemarin.