News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Alasan Komisi Yudisial Belum Tindaklanjuti Laporan Kuat Maruf soal Pelanggaran Kode Etik Hakim

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Ketua Wahyu Imam Santosa menunjukkan barang bukti senjata dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/11/2022). Sidang itu beragenda pemeriksaan saksi-saksi. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM - Jubir Komisi Yudisial Miko Ginting mengabarkan bahwa pihaknya telah menerima berkas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso.

Sebagaimana diketahui, berkas tersebut merupakan laporan dari Kuat Ma'ruf, salah satu terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Terhadap laporan ini, Komisi Yudisial belum melakukan sidang panel, sehingga belum ada tindaklanjut terkait laporan ini.

"Benar, Komisi Yudisial itu sudah menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik dari Kuat Ma'ruf yang disampaikan melalui kuasa hukumnya."

"Jadi kami menerima laporan tersebut kemarin hari Kamis 8 Desember 2022."

"Laporan-laporan ini kan apa merupakan hak dari masyarakat ya dan Komisi Yudisial tidak bisa juga menolak laporan dari masyarakat," jelas Miko dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Roy Suryo Terjerat UU ITE Padahal Ikut Menyusun, Hakim: Ini Bisa Dibilang Anak yang Durhaka

Namun, jelas Miko, ada tahapan-tahapan dan prosedur dan persyaratan yang harus dilalui di Komisi Yudisial.

"Tahapan pertama adalah tahapan verifikasi, jadi tahapan verifikasi itu bertujuan untuk memeriksa kelengkapan dari laporan, baik secara formal maupun material."

"Jadi kalau dinyatakan lengkap maka kemudian nanti ada tahapan namanya tahapan sidang panel."

"Sidang panel itu untuk menentukan apakah laporan tersebut bisa ditindaklanjuti atau tidak dapat tindaklanjuti."

"Kalau keputusannya dapat ditindaklanjuti maka kita akan melakukan pemeriksaan, baik kepada pelapor, baik kepada saksi maupun kepada hakim terlapornya," jelas Miko.

Setelahnya, maka tahapan akhirnya adalah sidang pleno.

Baca juga: Mengapa Kuat Maruf Laporkan Hakim Wahyu Iman ke KY? Sebut soal Tendensius hingga Respons PN Jaksel

"Sidang pleno itu untuk menyatakan apakah suatu perbuatan itu melanggar kode etik dan pedoman perilaku Hakim atau tidak," lanjut Miko.

Terhadap laporan ini, Komisi Yudisial juga akan melakukan pemeriksaan akan mengacu pada kode etik dan penawaran perilaku Hakim.

Termasuk mempertimbangkan kemandirian Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara dalam perkara yang sedang berlangsung di Jakarta Selatan

"Kita menjamin bahwa kita akan bertindak objektif dan tidak mengganggu jalannya persidangan," ujar Miko.

Terdakwa Kuat Ma'ruf menghadiri sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (7/11/2022). Agenda persidangan kali ini adalah pemeriksaan sejumlah saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). WARTA KOTA/YULIANTO (WARTA KOTA/YULIANTO)

Baca juga: Pakar Hukum Sebut Langkah Kuat Maruf Laporkan Hakim PN Jakarta Selatan ke KY Sudah Tepat

Adapun alasan Hakim Wahyu Iman Santoso dilaporkan ke Komisi Yudisial karena diduga melanggar kode etik hakim.

Saat dikonfirmasi Tribunnews, Kuasa hukum Kuat Ma'ruf, Irwan menilai Hakim Wahyu terlalu tendensius dalam memberikan pernyataan kepada kliennya selama persidangan.

Majelis hakim juga kerap memberikan penilaian pada keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan itu.

"Banyak kalimat-kalimat yang sangat tendensius kami lihat. Bahwa klien kami berbohong lah, kemudian ada beberapa ketika saksi diperiksa bahwa ini sudah setting-an dan sebagainya. Nanti akan kami rilis ya," ujar Irwan.

Adapun salah satu keterangan yang dinilai tendensius oleh Irwan Irawan yakni saat Hakim Wahyu Iman Santosa menyatakan kalau Kuat Ma'ruf buta dan tuli sehingga tidak melihat penembakan, padahal ada di lokasi.

Pernyataan itu terlontar saat Kuat Ma'ruf dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Ricky Rizal pada sidang Senin kemarin.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Dewi Agustina)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini