TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja meminta seluruh jajaran pengawas untuk memanfaatkan data dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024, sebagai langkah antisipasi mencegah konflik dan pelanggaran Pemilu Serentak 2024.
Ia juga berharap pesta demokrasi 2024 mendatang tidak diwarnai dengan berita bohong, politisasi SARA, dan kampanye hitam.
Selain penyelenggara pemilu, seluruh pihak turut diminta menjaga suasana pemilu agar kondusif.
"IKP merupakan parameter sehat atau tidaknya demokrasi Indonesia ke depan. Maka harus dimanfaatkan dengan baik," kata Bagja saat meluncurkan IKP 2024 di Jakarta, ditulis Sabtu (17/12/2022).
Sementara itu Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan data dalam IKP merupakan produk penting, dan bisa dijadikan sebagai mitigasi program dari berbagai pihak.
KPU sendiri kata dia, akan menggunakan data dalam IKP untuk mengantisipasi tak terjadinya ledakan konflik di daerah.
"IKP semacam manajemen resiko. KPU akan gunakan IKP sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi ledakan konflik di daerah," terang Afifuddin.
Sebagai informasi, data dalam IKP 2024 yang dirilis Bawaslu, terdapat lima provinsi yang memiliki kerawanan tinggi terkait Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 mendatang.
Diantaranya, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur.
Kemudian 21 provinsi atau 62 persen masuk ke dalam kategori kerawanan sedang, dan 8 provinsi atau 24 persen yang masuk kerawanan rendah.
Baca juga: Bawaslu Harap Data IKP 2024 Bisa Bantu Cegah Konflik dan Pelanggaran Pemilu
Adapun di tingkat kabupaten/kota, IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 merekam ada 85 kabupaten/kota atau 16,54 persen yang masuk kategori kerawanan tinggi.
Kemudian ada 349 kabupaten/kota 67.90 persen yang masuk kategori kerawanan sedang, dan terdapat 80 kabupaten/kota atau 15,56 persen yang masuk kategori kerawanan rendah.
Selain itu IKP 2024 juga menunjukkan bahwa dimensi yang paling berpotensi memengaruhi terjadinya kerawanan pemilu justru ada pada penyelenggara pemilu itu sendiri.
Dimensi penyelenggara pemilu yang lebih tinggi berkontribusi terhadap potensi lahirnya kerawanan pemilu dibanding tiga dimensi lainnya.
Adapun dimensi lain yang juga memengaruhi kerawanan dalam pemilu meliputi dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.
Berdasarkan hasil IKP, dimensi penyelenggara pemilu dalam memengaruhi kerawanan pemilu mendapat skor 54,27.
Sementara dimensi yang bisa melahirkan kerawanan pemilu adalah dimensi konteks sosial politik dengan skor 46,55, dan dimensi kontestasi 40,75, serta dimensi partisipasi politik 17,23.