News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

JPU Diminta Pintar Tempatkan Diri agar Tidak Ciptakan Situasi yang Ringankan Terdakwa Ferdy Sambo Cs

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lima saksi ahli yang dihadirkan olek Jaksa Penuntut Umum (JPU) sedang diambil sumpah saat sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/12/2022).  Agenda persidangan hari ini akan menghadirkan Lima saksi ahli dari jaksa penuntut umum (JPU), mulai dari ahli forensik, digital forensik, Inafis, dan kriminologi berikut saksi yang dapat dihadirkan Farah P Karow (ahli forensik), Ade Firmansyah (ahli forensik), Adi Setya (ahli digital forensik), Eko Wahyu Bintoro (ahli inafis), dan Prof Dr Muhamad Mustofa (ahli kriminologi). JPU diminta menempatkan diri secara tepat dalam meminta keterangan saksi ahli dalam sidang Brigadir J agardapat memberatkan terdakwa. Warta Kota/YULIANTO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus 'menempatkan diri secara tepat' dalam proses meminta keterangan saksi ahli untuk sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Hal itu agar tidak terjadi blunder lantaran JPU tentunya menginginkan keterangan saksi ahli yang dapat memberatkan, bukan justru meringankan terdakwa.

Dalam hal ini, saksi ahli yang dihadirkan JPU pada sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2022), merupakan Ahli Hukum Pidana dan Ahli Psikologi Forensik.

"Nah bagaimana Jaksa Penuntut Umum bisa memposisikan dirinya secara tepat dalam proses tanya jawab yang jitu dengan ahli yang satu ini," jelas Reza, dalam tayangan Kompas TV.

Menurutnya ada beberapa hal yang dapat menciptakan situasi yang diinginkan terdakwa, yakni mendapatkan keringanan hukuman.

Yang pertama adalah jika JPU mengajukan pertanyaan yang memberikan kesempatan bagi saksi ahli untuk melakukan elaborasi laporan pemeriksaan.

Lalu yang kedua, pertanyaan yang diajukan Penasihat Hukum terdakwa cenderung mengarah pada upaya untuk meringankan terdakwa.

"Kalau ternyata pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh JPU justru memberikan 'kesempatan' bagi ahli untuk mengelaborasi laporan pemeriksaan yang notabene meringankan terdakwa. Kemudian Penasihat Hukum terdakwa juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada keringanan terdakwa, itulah situasi yang sangat diinginkan terdakwa," tegas Reza.

Jika hal-hal ini dilakukan pada sidang kali ini, kata dia, maka keberuntungan pun berpihak pada terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J ini yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer.

Namun untuk Richard, ia juga berstatus sebagai Justice Collaborator dan posisinya 'bertolak belakang' dengan empat terdakwa lainnya.

"Tidak ada lagi pihak yang kemudian akan menyudutkan dirinya, tidak ada lagi pihak yang akan memberatkan dirinya," pungkas Reza.

Reza Indragiri Amriel (ISTIMEWA)

Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada 17 Oktober 2022.

Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo serta Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto yang terlibat, dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.

Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini