Namun demikian, dalam pertimbangannya, majelis hakim mengatakan unsur Pelanggaran HAM yang berat dalam bentuk penganiayaan telah terbukti dan terpenuhi menurut hukum.
Putusan tersebut pun memicu reaksi dari masyarakat dan Komnas HAM.
Komnas HAM mencatat bahwa Pengadilan HAM Peristiwa Paniai tersebut belum membuktikan pertanggungjawaban pelaku.
Selain itu, menurut Komnas HAM proses penyidikan dan penuntutan kasus tersebut tidak transparan dan tidak melibatkan saksi korban.
Hal tersebut, menurut Komnas HAM menyebabkan ketidakpercayaan dari pihak saksi korban beserta keluarga terhadap proses peradilan.
Proses pembuktian, menurut Komnas HAM juga tidak berjalan dengan maksimal karena ketiadaan partisipasi aktif dari saksi korban dan keluarga sehingga mayoritas saksi yang dihadirkan dalam persidangan berasal dari aparat/anggota TNI dan Polri.
Baca juga: Kejaksaan Agung Ajukan Permohonan Kasasi Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai
Komnas HAM menilai penetapan Isak sebagai terdakwa tunggal dengan dakwaan yang menggunakan pertanggungjawaban komando dapat mengakibatkan tidak terungkapnya kebenaran dan tercapainya keadilan, baik bagi saksi, korban, dan masyarakat luas.
Atas putusan itu, Komnas HAM merekomendasikan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti putusan dengan memproses secara hukum terhadap pelaku yang memiliki tanggung jawab komando dalam Peristiwa Paniai tahun 2014 sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.
Komnas HAM juga merekomendasikan Jaksa Agung memproses pelaku lapangan dalam Peristiwa Paniai tahun 2014 sesuai hasil penyelidikan Komnas HAM.
Jaksa Agung juga diminta Komnas HAM untuk mengambil upaya hukum terkait dengan putusan tersebut.
Sebelum bergulir di persidangan, kasus tersebut mendapat perhatian Panglima TNI yang saat itu menjabat yakni Jenderal Andika Perkasa.
Andika mempersilakan prajurit TNI diperiksa Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Paniai.
Ia memerintahkan Komandan Puspom TNI Laksamana Muda TNI Nazali Lempo untuk mempersilakan Kejaksaan Agung memeriksa prajurit TNI di mana pun sesuai kebutuhan.
Andika juga menekankan agar jangan sampai ada kesan TNI membatasi baik waktu maupun lokasi dalam proses pemeriksaan tersebut.
4. Pembunuhan dan Mutilasi 4 Warga Nduga di Mimika Papua Mulai Disidang
Dua jenazah korban mutilasi ditemukan di lokasi yang tidak berjauhan di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Papua Tengah pada Jumat (26/8/2022) dan Sabtu (27/8/2022).
Pihak TNI dan kepolisian kemudian melakukan pengusutan kasus tersebut.
Belakangan diketahui pembunuhan terhadap empat warga Nduga yakni Irian Nirigi, Arnold Lokbere, Atis Tini, dan Lemaniol Nirigi dilakukan pada 22 Agustus 2022 sekitar pukul 21.50 WIT, di SP 1, Distrik Mimika Baru.
Enam pelaku di antaranya merupakan anggota TNI.
Mereka yakni Mayor Inf Hermanto, Kapten Inf Dominggus Kainama, Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra, Praka Pargo Rumbouw, dan Pratu Rizky Oktaf Muliawan.
Pembunuhan diduga terkait dengan motif ekonomi dan jual beli senjata api rakitan.
Setelah melakukan pembunuhan, para pelaku memutilasi para korban dan memasukannya ke dalam enam karung untuk dibuang di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, untuk dibuang
Keenam prajurit TNI tersebut pun menjalani proses hukum.
Namun demikian, terkini Kapten Inf Dominggus Kaimana meninggal dunia pada Sabtu (24/12/2022).
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman menyebut Kapten Inf DK meninggal akibat sakit jantung.
Dominggus meninggal setelah sebelumnya sempat mengeluh sakit di bagian dada dan dirawat di RS Dian Harapan, Jalan Taruna Bakti, Kelurahan Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua.
Dominggus sempat mendapat pertolongan darurat tim medis RS Dian Harapan namun nyawanya tidak tertolong.
Sebelumnya Dominggus bersama empat prajurit TNI yang berdinas di Brigif 20 Timika terdakwa kasus mutilasi terhadap warga sipil mulai menjalani persidangan di Mahkamah Militer III-19 Jayapura pada Senin (12/12/2022).
Mereka didakwa melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, pembunuhan berencana atau pembunuhan yang didahului suatu kejahatan, kekerasan dengan tenaga bersama, perusakan barang milik orang lain, penadahan dan menghancurkan bukti-bukti kejahatan dan penyertaan.
Tindak pidana tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 365 ayat (4) Jo 340 jo 339 Jo 170 ayat (1) jo ayat (2) ke-3 jo 406 ayat (1) jo 480 ke-2 jo 221 ayat (1) jo 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk terdakwa lain yakni Mayor Inf Hermanto akan disidangkan di Mahmilti Surabaya.
Selain melibatkan prajurit, kasus mutilasi juga melibatkan empat warga sipil, yakni APL alias Jeck, DU, R, dan RMH alias Roy Marthen Howai.
5. Akhir Tragis Penyewa Pembunuh Bayaran untuk Habisi Istri di Semarang
Kasus penembakan istri anggota anggota TNI di Semarang Jawa Tengah menggegerkan publik.
Peristiwa penembakan terjadi di depan rumah korban di Jalan Cemara 3, Padangsari, Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/7/2022) ketika korban menjemput anaknya menggunakan sepeda motor.
Dalam peristiwa itu, korban terkena dua kali tembakan ke perutnya.
Dalam rekaman CCTV yang beredar, korban terlihat ditembak oleh dua orang yang mengendarai motor.
Saat peristiwa, korban langsung memeluk anaknya dan sempat memukul pelaku dengan tas, namun meleset.
Atas kejadian tersebut, sebanyak lima orang pelaku ditangkap polisi.
Belakangan diketahui para pelaku mengaku dibayar Rp 120 juta oleh suami korban, Kopda Muslimin, untuk melakukan aksinya.
Setelah kejadian tersebut, Kopda Muslimin sempat menghilang.
Tim gabungan TNI-Polri pun sempat mencari keberadaan Kopda Muslimin untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Namun nahas, Kopda Muslimin ditemukan meninggal usai menenggak racun di rumah orang tuanya di Kendal Jawa Tengah pada Kamis (28/7/2022).
Terkini, kondisi istri Kopda Muslimin berangsur pulih.
Ia bahkan sempat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang untuk empat terdakwa di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah.