News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fraksi PKB Minta Kebijakan Impor Beras Ditinjau Ulang

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi beras. Kapoksi PKB di Komisi VI DPR RI, Nasim Khan meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi VI DPR RI, Nasim Khan meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton.

Hal tersebut dikarenakan adanya silang data produksi beras yang dimiliki lembaga pemerintah antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian dengan berpijak pada data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan produksi beras di tahun 2022 masih sangat mencukupi kebutuhan domestik karena mengalami surplus sebesar 1,74 juta ton.

Surplusnya pasokan beras, kata Nasim, semestinya bisa dimaksimalkan dengan baik oleh para pengambil kebijakan agar goncangan harga tidak bergerak liar dan petani juga bisa menikmati jerih payahnya selama berproduksi yang biayanya kian tahun kian meningkat.

"(Jika berpegang pada data BPS) Stok di akhir tahun 2022 telah carry over untuk masuk di tahun 2023. Maka seharusnya kebijakan impor perlu ditinjau ulang," kata Nasim kepada wartawan di Senayan, Jakarta, Jumat (6/1/2023).

Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan: Impor Beras Berakhir Februari, Maret akan Kembali Serap dari Petani

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog menyampaikan bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) tidak memenuhi target 1,2 juta ton.

Perum Bulog meyakini data pasokan beras yang disampaikan Kementan dan BPS tidak sesuai fakta dilapangan. Sebab, Hingga 21 Desember 2022, Stok beras Bulog hanya tercatat sebesar 399.160 ton.

Selain itu, disaat yang bersamaan harga beras di pasaran memang mengalami peningkatan hingga mencapai hampir Rp1.000 Per kg.

"Sepertinya perlu penertiban (data) di lapangan terkait cadangan ini. Apakah benar cadangan Beras Bulog sedemikian mengkhawatirkan?" ucap Nasim.

Baca juga: Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan Janji Tidak Akan Impor Beras Jelang Panen Raya

Dalam kesempatan ini, Nasim mengungkapkan, fakta dilapangan, sebagian besar petani justru tidak menginginkan adanya impor beras.

Hal tersebut dikarenakan impor beras dikhawatirkan akan merusak harga beras lokal dan mengikis semangat para petani serta menciderai cita-cita swasembada pangan.

Karena itu, Wakil Bendahara Umum DPP PKB ini meminta Presiden Joko Widodo untuk menegur Menteri Perdagangan.

"Kami berharap Pemerintah tegas menertibkan para menterinya, sebab wacana impor beras sebenarnya pernah ditentang oleh Kementerian Pertanian karena stok beras Indonesia mencukupi. Tapi, Kementerian Perdagangan yang bersikukuh harus impor," ucap Nasim.

Terlebih, pada bulan maret-april 2023 esok akan tiba masa panen raya petani dalam negeri.

"Lalu panen lagi akan terjadi pada Juli hingga Agustus 2023. Mestinya Pemerintah menyerap beras dari produsen pada periode tersebut, untuk disalurkan secara tertata dengan baik selama setahun," ujar Nasim.

Untuk menyelesaikan persoalan perbedaan data beras yang kerap tidak sinkron.

Nasim mengusulkan agar semua pihak duduk bersama dan meninggalkan ego sektoral.

Selain itu, Nasim juga mengusulkan agar Badan Pangan Nasional memperkokoh sinergitas yang sudah terbangun antar lembaga pemerintah serta bersinergi dengan persatuan penggilingan padi.

"Kami berharap peranan lembaga Pemerintah untuk lebih aktif mendukung ketahanan pangan nasional. Badan Pangan Nasional harus lebih memperkokoh sinergi antara berbagai instansi, misalnya BUMN-BUMD dan Perpadi (Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi Dan Beras Indonesia), berupa kerja sama untuk menghitung setahun, berapa yang dikelola setiap musim panen," kata Nasim.

Sedangkan, untuk menjaga harga pokok penjualan padi, Nasim menyarankan agar pemerintah juga harus memperhatikan nasib petani.

Menurutnya, petani harus mendapatkan perlindungan dan keadilan harga ditengah ongkos produksi yang kian melonjak.

"Kemudian tingkat harga padi ini harga HPP (harga pokok penjualan), ditentukan agar lebih rasional. Sehingga harga itu terasa adil untuk petani, penggiling, dan buat masyarakat ketika sudah menjadi beras," kata Nasim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini