News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pelanggaran HAM

Mahfud Sebut Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Yudisial Tetap Dilakukan

Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat pada Rabu (11/1/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan, penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara yudisial tetap dilakukan.

Dia mengatakan, Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang telah menyelesaikan tugasnya, tidak meniadakan proses yudisial terhadap pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," ujar Mahfud saat menyerahkan laporan Tim PPHAM ke Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Diketahui, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah mengatur bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc atas persetujuan DPR.

"Sedangkan yang sesudah tahun 2000 diselesaikan melalui pengadilan ham biasa," kata Mahfud.

Dikatakan Mahfud, pemerintah sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000.

"Dan semuanya oleh Mahkamah Agung dinyatakan ditolak. Semua tersangka dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat," ujar Mahfud.

Dia mengatakan, UU Pengadilan HAM juga mengatur bahwa tidak ada masa kedaluwarsa untuk memproses hukum pelanggaran HAM berat.

"Kami akan terus usahakan itu dan persilakan Komnas HAM bersama DPR dan kita semua mencari jalan untuk itu. Jadi, tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian nonyudisial, bukan, yang yudisial silakan jalan," tandas Mahfud.

Sebelumnya, Pemerintah mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Presiden Joko Widodo mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).

“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.

Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Baca juga: Negara Akhirnya Akui 12 Peristiwa Masa Lalu Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Presiden  sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut. Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:

1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Presiden menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban peristiwa tersebut.

Sebelumnya pada 29 Desember 2022, Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) yang dipimpin Makarim Wibisono menyarankan Presiden Joko Widodo mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Dalam laporan akhir dan rekomendasi yang telah diserahkannya kepada Menko Polhukam RI Mahfud MD, kata Makarim, ada dua hal penting.

Pertama, soal laporan mengenai hasil kerja Tim PPHAM yang telah dikerjakan sesuai Keppres nomor 17 tahun 2022 tentang pembentukan Tim PPHAM. Laporan tersebut, pada pokoknya mengungkap dan memberi analisa pada pelanggaran HAM masa lalu.

Kedua, rekomendasi mengenai pemulihan korban. Ketiga, rekomendasi agar masalah pelanggaran HAM tidak terjadi lagi di Indonesia.

Lebih jauh, Makarim menjelaskan inti dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan Tim PPHAM dengan korban, keluarga korban, pendamping, dan unsur LSM adalah mereka menginginkan negara mengakui kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

Karena sampai sekarang, kata dia, tidak ada satupun pengakuan negara terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, kata Makarim, mereka sangat mengharapkan adanya pengakuan dari negara bahwa telah terjadi peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut.

Ia berharap saran tersebut bisa diterima oleh pemerintah dan bisa dijadikan pegangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini