Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM berat setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
Terkait hal itu, Komisi III DPR meminta negara tak hanya mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Tapi juga negara wajib memenuhi hak para korban pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (11/1/2023).
"Menurut saya ini merupakan langkah awal bagi pemenuhan kewajiban negara untuk memenuhi hak korban pelanggaran ham, yakni: hak untuk mengetahui kebenaran; hak atas pemulihan berupa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi; hak atas jaminan ketidakberulangan (non-recurance); dan hak atas keadilan," kata pria yang akrab disapa Tobas itu.
Legislator Partai Nasdem itu menegaskan, pengakuan negara atas hal ini tidak boleh berhenti pada pengakuan semata tetapi harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah pemenuhan hak-hak korban tersebut.
Diharapkan langkah pemerintah sudah mulai dilakukan sebelum pemerintahan ini berakhir di tahun 2024 dan dilanjutkan pada masa pemerintahan berikutnya.
"Karena pemenuhan keadilan yang ditunda adalah ketidakadilan itu sendiri (justice delayed is justice denied)," tandasnya.
Baca juga: 9 Poin Sikap Komnas HAM atas Pengakuan Negara Terhadap Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Negara Akhirnya Akui 12 Peristiwa Masa Lalu Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.