TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat mengatakan, ada sejumlah pasal karet di dalan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan beberapa waktu lalu.
Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, mengatakan partainya mencatat sejumlah kritisi terkait pasal-pasal bermasalah itu.
"Demokrat memberikan sejumlah catatan kritis pada proses amandemennya. Khususnya terkait aturan-aturan yang sifatnya bisa menjadi pasal karet," kata Agus, dalam konferensi pers, Kamis (12/1/2023).
Adapun pria yang kerap disapa AHY itu menyebutkan sejumlah pasal karet di dalam RKUHP.
Diantaranya, pasal tentang penghinaan Presiden dan Wakil Presiden.
"Kemudian pasal yang mengatur atau mengancam kebebasan pers. Lalu pasal tentang demonstrasi dan unjuk rasa," sebut AHY.
Ia kemudian mengatakan, jangan sampai pasal-pasal bermasalah tersebut digunakan sebagai alat kekuasaan.
"Untuk menggebuk lawan-lawan politik. Untuk membungkam suara kritis rakyat. Apalagi mengkriminalisasi rakyat sendiri," ujarnya.
Masih terkait pasal tersebut, AHY menuturkan, Partai Demokrat tidak ingin masyarakat takut berbicara di negerinya sendiri.
"Untuk itu, Partai Demokrat meminta kepada Pemerintah. Khususnya lembaga pengawas, pengatur, dan penegak hukum agar benar-benar bijaksana dan tidak sewenang-wenang dalam menerapkan dan menjalankan aturan pidana ini," tegas Agus Harimurti Yudhoyono.
Lebih lanjut, menurutnya, jangan sampai KUHP yang baru justru menghancurkan pilar demokrasi yang dirawat dan diperjuangkan rakyat sejak era reformasi.
Selanjutnya, AHY mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap bersuara.
"Tetap bersuara selagi tujuannya baik dan disampaikan dengan cara-cara yang baik. Maka jangan takut bersuara. Itu adalah hak kita sebagai warga negara sekaligus tanggung jawab moral kita sebagai anak bangsa," tuturnya.
Baca juga: Demokrat Ingin AHY Cawapres Anies, NasDem: Memaksakan Kehendak
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan setelah RKUHP disahkan menjadi Undang-Undang, maka mekanisme yang paling pas jika dipandang publik ada pasal bermasalah adalah lewat judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jadi kita ini harus melalui mekanisme konstitusi, kita semakin beradab semakin baik, kepatuhan terhadap konstitusi, terhadap hukum, maka setelah disahkan mekanisme yang paling pas adalah judicial review kalau ada pasal yang dianggap (bermasalah),” kata Yasonna dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta seperti dikutip dari live streaming Kompas TV, Selasa (6/12/2022).
Lebih lanjut Yasonna menjelaskan bahwa KUHP terbaru akan efektif berlaku setelah 3 tahun sejak disahkan.
Terkait hal ini, Yasonna mengatakan Kemenkumham bersama DPR akan melakukan sosalisasi selama 3 tahun tersebut.
Sosialisasi akan digencarkan utamanya ke para penegak hukum seperti jaksa, hakim, polisi, advokat, pegiat HAM, dosen dan kampus.
“Waktu 3 tahun jadi waktu yang cukup luas bagi pemerintah, bagi tim untuk sosialisasi ke penegak hukum. Jaksa, hakim, polisi, advokat, pegiat HAM, kampus-kampus, dosen-dosen jangan salah menjelaskan,” ungkapnya.
Selain itu tim yang dibentuk oleh Kemenkumham juga akan menulis buku yang terkait dengan KUHP baru. Buku yang ditulis berisi bagaimana tentang pertanggungjawaban pidana, hingga hukum dalam perspektif KUHP baru.
Buku tersebut diharapkan juga menjadi penjelasan bagi lingkungan kampus dan penegak hukum atas konsep filosofi KUHP terbaru.
“Tim ini akan menulis buku, kitab ini akan melahirkan banyak buku tentang pertanggungjawaban pidana, tentang hukuman dan lain-lain. Dan ini akan membantu kampus-kampus, penegak hukum untuk menjelaskan. Tapi yang pasti harus ada dan harus kami susun sejak sekarang adalah sosialisasi,” pungkas dia.