Selain itu, kata Atnike, partisipasi bermakna memiliki maksud yaitu hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
Dipenuhinya hak berpartisipasi yang bermakna dan hak atas informasi, kata Atnike, akan menentukan pemenuhan hak-hak substansial yang lainnya.
"Merujuk rekomendasi Komnas HAM pada 2020, aspek formil pada saat pembentukan UU Cipta Kerja adalah terbatasnya hak atas partisipasi yang bermakna dari masyarakat, serta kurang terpenuhinya hak atas informasi publik," kata dia.
"Partisipasi yang bermakna dimaksudkan sebagai penyediaan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat melalui berbagai kanal untuk penyampaian pendapat dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, yang secara nyata juga dapat dipertimbangkan serta mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang disampaikan," sambung dia.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada akhir tahun 2022.
Baca juga: Partai Buruh Siapkan 10 Ribu Massa Pada Aksi Tolak Perppu Cipta Kerja di Depan Istana
Sebelumnya, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diputuskan inskontitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dan memerintahkan pemerintah melakukan penyempurnaan.