"Agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan itu adalah untuk rakyat dan atas nama rakyat," ujar Firli.
Masyarakat diminta tidak terpengaruh dengan bujuk rayu para pejabat kotor di sana.
Karena, mereka cuma memanfaatkan suara masyarakat untuk bebas dari jeratan hukum.
Firli juga menegaskan pihaknya bisa membuktikan bahwa dana dari pemerintah pusat telah dicuri oleh pejabat di Papua.
Buktinya, tidak ada pembangunan yang tercipta padahal sudah disuntik dengan duit yang banyak.
"Faktanya, tidak ada pembangunan apalagi keadilan sosial yang tercipta dalam koalisi korupsi tersebut, kecuali kemiskinan dan kesengsaraan; kitapun menjadi ingat kata-kata pope francis mengatakan; 'korupsi dibayar oleh kemiskinan'," kata Firli.
Lukas Enembe diduga menerima suap Rp1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Rijatono juga sudah ditahan KPK.
Lukas juga disinyalir menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan sebesar Rp10 miliar.
Namun, KPK belum mengungkap pihak-pihak pemberi gratifikasi tersebut.
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK telah memeriksa 76 saksi dan melakukan penggeledahan di enam lokasi yang tersebar di Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Tangerang dan Batam.
Lebih lanjut, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.
Diduga rekening itu milik Lukas dan istrinya yang bernama Yulce Wenda.
Lukas resmi ditahan KPK terhitung mulai hari ini hingga 30 Januari 2023 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).