Yang disebutkan saksi, terang tidak ada persoalan HGU terhadap kepemilikan tanahnya.
“Dimana selama ini kejaksaan menyatakan HGU-nya ini bermasalah dengan ada ahli pertanahan terjawablah dengan tegas sertifikat yang sudah timbul tidak ada alasan dinyatakan tidak sah sepanjang itu tidak ada tindakan hukum, proses hukum,” ujarnya di pengadilan.
Yang kedua, kata dia, saksi Iing menjelaskan dasar kejaksaan selama ini yang menyatakan daerah Riau itu masuk kepada Tata Guna Hak Kesepakatan (TGHK).
Ternyata dari paparan saksi-saksi, disebutkan bahwa sampai kini belum ada penetapan hutan di wilayah tersebut.
“Undang-Undang Pasal 15 UU Kehutanan menjelaskan, untuk menetapkan kawasan hutan Itu harus melalui empat. Penataan, tata kelola, pendistribusian barulah ada penetapan kawasan hutan. Kalau tidak penetapan itu berarti daerah itu belum ada suatu ketentuan menyatakan kawasan hutan,” jelasnya.
Juniver menyebut, pernyataan saksi ahli yang menyebutkan bahwa kawasan hutan di seluruh Riau, maka harus berdasarkan penetapan kawasan hutan.
Terbukti, pengurusan sertifikat terhadap tiga lokasi yang bukan kawasan hutan dan area penggunaan lain berbarengan yang berdekatan.
“Nah inilah tadi kejaksaan, dari ahli menyatakan karena terjadi friksi tumpang tindih ini, pemerintah pimpinan Pak Jokowi melihat harus ada jalan keluar dibuatlah Undang-Undang Cipta Kerja, seharusnya kejaksaan menghargai, menghormati UU Cipta Kerja ini, kalau tidak, tidak akan selesai. Karena dari data yang kita peroleh permasalahan tumpang tindih ini hampir 3,2 juta hektar di Indonesia,” jelasnya.
Juniver juga menyitir kesaksian Dian Kartika Rahajeng, pakar keuangan negara dari Universitas Gajah Mada.
Saksi, menurut Juniver, gamblang menguraikan soal tudingan TPPU atau pencucian uang terhadap Surya Darmadi.
Saksi jelas menegaskan, bahwa tudingan transfer pricing yang dilakukan Surya Darmadi ke Singapura, adalah sumir dan tak berdasar.
Transfer pricing yang disebut sebagai indikasi pencucian uang, tak selaras dengan aset dan catatan keuangan serta rekening Surya Darmadi dan perusahaanya yang disita dan dibekukan oleh kejaksaan.
"Bagaimana bisa dituduh TPPU. Silakan dong buktikan ada uang transfer sebesar Rp600 miliar ke Singapura. Kan mereka lihat semua rekening dan memblokirnya, juga sita aset, ada kah seperti ditudingkan itu?" ujar Juniver.
Jika tanah yang tumpang tindih ini diproses, lanjutnya, maka ada banyak perusahaan lain yang memasuki kawasan hutan yang sama dengan apa yang dilakukan oleh kliennya.