Siti mengatakan, sejak tahun 2020 Pemerintah telah mengembangkan sistem sebagai pencegahan Karhutla secara permanen.
"Kita mengembangkan sistem pada saat itu tahun 2020 dipimpin pak Menko dan sesuai inpres 3 kita punya instrumen untuk pencegahan secara permanen," kata Siti, dalam konferensi pers, Jumat ini.
Baca juga: Berawal dari Embung Karhutla, Kampung Dayun Siak Kini Menjelma Jadi Kampung Wisata yang Digandrungi
Adapun instrumen pencegahan Karhutla tersebut, Siti menyebutkan, yakni monitoring hotspot (titik panas rawan Karhutla).
"Ini ada di banyak sistem. Ada di BMKG, ada di KLHK, ada di BRIN, ada di Polri, semua terintegrasi," jelasnya.
Selain itu, Siti juga mengatakan, instrumen pencegahan Karhutla juga meliputi sistem patroli dan evaluasi di lapangan secara terus menerus.
"Kemudian tata kelola gambut. Kemudian law enforcement (penegakkan hukum) dan juga istilahnya paralegal. Jadi mengajak masyarakat untuk memahami," ucapnya.
Siti mengungkapkan, berdasarkan laporan terkait penerapan instrumen tersebut di tiga wilayah perwakilan, yaitu Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Riau, dan Provinsi Kalimantan Barat, berjalan dengan cukup baik.
"Dan sistem ini tadi diarahkan pak Menko untuk terus dijaga dan dipertahankan," kata Siti.
Sementara itu, Siti mengatakan, berdasarkan data tanggal 1-19 Januari 2023, ada sebanyak 31 hotspot di tahun ini.
Baca juga: Pentingnya Kolaborasi Pencegahan dan Penanganan Karhutla
"Ini angkanya naik 29 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu," katanya.
Oleh karena itu, kata Siti, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan untuk berhati-hati. Sebab, data tersebut mengonfirmasi catatan BMKG terkait adanya potensi anomali iklim yang akan terjadi.
"Ini mengonfirmasi catatan BMKG, bahwa tahun 2023 ini kita mungkin akan mengalami anomali iklim, yang rainfall atau curah hujannya menipis dan bisa jadi lebih panas," ujar Siti.