News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soal Sistem Pemilu Terbuka Tertutup, Pakar : Perubahan Seharusnya Melalui Diskusi di DPR Bukan MK

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Pemilu yang juga Dosen Universitas Indonesia, Aditya Perdana saat ditemui selepas seminar nasional bertajuk Proyeksi Situasi Keamanan Indonesia 2023 yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023)

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perdebatan soal sistem Pemilihan Umum (Pemilu) terbuka atau tertutup masih menjadi perbincangan.

Saat ini, MK sedang menguji materi (judicial review) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. 

Pakar Pemilu yang juga Dosen Universitas Indonesia, Aditya Perdana menilai tidak tepat jika Mahkamah Konstitusi (MK) menentukan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. 

Sebab menurutnya, revisi atau penentuan sistem pemilu seharusnya dilakukan oleh DPR.

“Yang jauh lebih tepat dan pas, pembahasan revisi terhadap reformasi sistem pemilu bukan di MK, tetapi di lembaga parlemen atau DPR,” kata Aditya saat ditemui selepas seminar nasional bertajuk Proyeksi Situasi Keamanan Indonesia 2023 yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).

Baca juga: MK Didorong Tetap Pertahankan Sistem Proporsional Terbuka pada Pemilu 2024

Menurutnya, pembahasan yang dilakukan di DPR RI akan menyajikan ragam aspirasi dari berbagai fraksi sesuai dengan kepentingan partai politik masing-masing.

Sedangkan jika dilakukan di MK, maka mahkamah hanya akan menetapkan terbuka atau tertutup tanpa adanya argumentasi.

“Skemanya apa, desainnya seperti apa, argumennya apa, itu kan nggak pernah jelas karena itu sifatnya parsial,” tuturnya.

Menurut pandangannya, akan bijaksana jika MK memutuskan bahwa penentuan sistem pemilu merupakan open legal policy atau kebijakan terbuka pembuat undang-undang. 

“Kalau kita membahas secara serius (di DPR), maka semua pihak bisa diajak, masyarakat sipil, pemerintah, partai dan kita dari akademisi bisa memberikan opsi-opsi seperti apa," ungkap Aditya.

Ia juga khawatir jika perubahan sistem Pemilu di tengah tahapan Pemilu Serentak 2024 tengah berjalan bisa merepotkan penyelenggara dan peserta Pemilu. 

Sebab menurut Aditya, penyelenggara dan peserta pemilu pasti sudah melakukan kalkulasi-kalkulasi dengan sistem pemilu yang ada, yakni proporsional terbuka.

"Menurut saya yang paling rumit itu, mereka (penyelenggara Pemilu) kan seharusnya hari ini sudah mempunyai perencanaan sangat detail tahun ini harus ngapain saja, sehingga ketika ini berganti atau bergeser tentu mereka harus melakukan perhitungan ulang," tuturnya.

Untuk diketahui, gugatan soal wacana sistem pemilu proporsional tertutup diajukan oleh enam orang, yakni dua kader partai politik (parpol) dan empat perseorangan.

Mereka adalah Pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono, anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

Baca juga: Pengamat Sebut Penyuka Ridwan Kamil Akan Hijrah Dukung Golkar di Pemilu 2024

Para pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.

Jika judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Di sisi lain, sebanyak 8 parpol di parlemen dan PSI tidak mendukung uji materi tersebut karena mereka memilih tetap menerapkan sistem proporsional terbuka. 

Partai Nasdem, PKS dan PSI telah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi tersebut. Sementara PDIP dan Partai Bulan Bintang (PBB) mendukung sistem proporsional tertutup. PBB juga sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi tersebut.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti Pileg.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini