Akibat permufakatan itu, PT Huawei Tech Investmen ditetapkan sebagai pemenang tender proyek oleh BAKTI Kominfo.
"Ketika mengajukan penawaran harga, PT HWI ditetapkan sebagai pemenang," ujar Kuntadi.
Selain itu, Anang juga disebut berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Rekayasa itu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).
Peran itu terbukti dari adanya kerja sama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.
Dari kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.
Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa Sekjen dan Irjen Kemkominfo Sebagai Saksi Kasus Korupsi Pengadaan Tower BTS
Tak hanya merekayasa kajian teknis, Anang juga diketahui melakukan pengkondisian dengan menerbitkan Peraturan Dirut yang menguntungkan pihak tertentu.
"Termasuk dalam mengeluarkan Peraturan Dirut yang isinya menguntungkan pihak tertentu, memberikan batasan, sehingga tidak ada unsur persaingan yang sehat," ujarnya.
Peraturan Dirut itu disebut Kuntadi merupakan hasil kerja sama Anang dengan tersangka Galumbang Menak Simanjuntak sebagai suplier.
Kerja sama itu pada akhirnya memberikan keuntungan bagi PT Mora Telematika Indonesia.
"Di sini peraturan itu hasil kerja sama dengan tersangka GMS tadi, sehingga GMS itu mendapat keuntungan perusahaannya sebagai suplier kegiatan pengadaan itu," ujar Kuntadi.