TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga riset HUDEV UI mengembalikan uang tunai Rp 1,2 miliar ke Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi tower base transceiver station (BTS) oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo).
Uang itu dikembalikan terkait dengan nama HUDEV UI yang dicatut sebagai konsultan pada proyek pengadaan tower BTS.
"Dari HUDEV kemudian tidak merasa melakukan pekerjaan, perencaan dan penelitian itu, maka dikembalikan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Kamis (26/1/2023).
Baca juga: Kejagung Sita Uang Dolar AS Senilai Rp 1,5 Miliar Dari Mobil Tersangka Korupsi Tower BTS Kominfo
Awalnya HUDEV UI memang dikontrak sebagai konsultan yang bertugas melakukan penelitian.
Namun seiring berjalannya waktu, dalam pelaksanaannya, tersangka Yohan Suryanto merekayasa kajian dengan mencatut nama HUDEV UI.
"Kalau kontraknya awalnya resmi, tapi ternyatanya dalam pelaksanaannya dia main sendiri," ujar Kuntadi.
Rekayasa itu kemudian mengakibatkan hasil kajian yang fiktif.
Pada akhirnya, hasil kajian fiktif itu berdampak banyak terhadap pelaksanaan proyek pembangunan tower BTS.
"Kalau kajian fiktif menjadi dasar penghitungan harga, semuanya, panjang itu efeknya," kata Kuntadi.
Baca juga: Dirut BAKTI Kominfo Diperiksa 10 Jam Sebagai Tersangka Korupsi Tower BTS
Uang yang telah dikembalikan itu diketahui berasal dari BAKTI Kominfo.
Pengembalian pun dilakukan langsung oleh Ketua HUDEV UI atas dasar inisiatif sendiri.
"Pengambalian oleh Ketua HUDEV-nya langsung dan dikembalikan ke Kejagung lewat inisitatif sendiri." ungkap Kuntadi.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Yohan Suryanto telah ditetapkan tersangka bersama Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak pada Rabu (4/1/2023).
Kemudian pada Selasa (24/1/2023), Kejaksaan Agung telah menetapkan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Anang Latif berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Rekayasa itu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).
Peran itu terbukti dari adanya kerja sama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.
Dari kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.