"Saya rasa Hakim juga sudah cerdas lah, beliau sudah tahu ya ini kan cuma masalah dukungan."
"Jadi supaya Hakim tahu bahwa Hakim tidak berjalan sendiri, tapi bahwa ada sistem besar yang harus kita selamatkan."
"Jangan sampai nanti orang bilang 'apa pentingnya jadi JC sudah capek-capek ruang sidang mengungkapkan kebenaran tuntutan atau putusannya juga masih berat'."
"Ini pentingnya si JC dalam Sistem Peradilan Pidana" jelas Erasmus dikutip dari Kompas Tv.
Baca juga: 5 Alasan Richard Eliezer Seharusnya Dihukum Lebih Ringan dari Terdakwa Lain Menurut LPSK
Soal Kepangkatan
Apalagi, dalam hal kepangkatan Richard Eliezer dengan eks Kadiv Propan Polri Ferdy Sambo.
Tentu kepangkatan mereka terpaut jauh.
"Dalam kasus ini, posisi Bharada E dengan apa namanya pelaku lainnya, FS, itu perbedaannya adalah 18 jenjang kepangkatan."
"Jadi ada konteks kerentanan ketika Bharada E di satu lingkungan perbuatan pidana ini."
"Sehingga kalau dibilang apakah beliau (Bharada E alias Richard Eliezer) merupakan pelaku kerja sama yang kita bisa anggap legitimate karena kerentanannya, jawabannya adalah iya," tegas Erasmus.
Baca juga: Richard Eliezer Masih Yakin Majelis Hakim Bisa Beri Keadilan Buat Dirinya
Tuntutan Jaksa Tidak Konsisten
Erasmus juga menilai tuntutan jaksa kepada Richard Eliezer, tidak konsisten.
Penilaian ini didasari karena dalam poin meringankan tuntutan, jaksa sudah menyebut Richard Eliezer merupakan justice collaborator (JC) atau saksi pelaku dalam perkara tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Kami merasa tuntutan ini kurang konsisten. Bharada E (Richard Eliezer) sudah disampaikan jaksa dalam peringanannya adalah sebagai justice collaborator," kata Erasmus di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).