TRIBUNNEWS.COM - Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyoroti kasus peradilan Bharada Richard Eliezer yang dituntut 12 tahun penjara, atau lebih berat daripada terdakwa lain.
Padahal, status Richard Eliezer dalam kasus ini adalah sebagai Justice Collaborator (JC).
Menurut Erasmus, ada hal lain yang juga lebih penting dari fenomena pidana ini.
Yakni bagaimana Hakim dan Jaksa bisa menyelamatkan sistem Justice Collaborator (JC) di Indonesia.
Jangan sampai, publik malas untuk menjadi JC di berbagai kasus pidana lain.
Apalagi soal kasus koruptor yang banyak terjadi dan selalu terpendam tanpa adanya pengungkapan.
Baca juga: JPU Minta Hakim Tolak Semua Pleidoi dari Pihak Terdakwa Richard Eliezer pada Sidang Replik Hari Ini
Ini adalah hal sangat penting untuk disadari para penegak hukum.
Menurut Erasmus, penegak hukum tidak boleh dilema apalagi tidak konsisten terhadap sistem hukum yang ada di Indonesia.
Pasalnya mereka akan bekerja terus di bidang hukum.
"Kepentingan kami ini bukan hanya soal Bharada E, bukan hanya soal kasus ini, meskipun kasus ini juga penting."
"Tapi pesan pentingnya adalah untuk masyarakat luas jangan takut untuk memberikan keterangan untuk membongkar suatu kasus kejahatan."
"Ini juga penting untuk Hakim dan Jaksa, karena (hakim dan jaksa bisa) mendapatkan keuntungan, kalau kita mau pakai bahasa keuntungan (untuk mengungkap kasus lebih dalam), kan pembuktiannya nanti ada di Jaksa dan di Hakim."
Baca juga: Jaksa Tolak Nota Pembelaan Richard Eliezer, Berikut Alasan dan Respon Kuasa Hukumnya
"Jadi kalau Jaksa dan Hakim tidak mendukung sistem JC ya nanti penegakan hukum kita tambah sulit."
"Apalagi kasus-kasus seperti kasus korupsi kasus narkotika yang sangat terorganisir yang sangat susah diungkap, peran JC jadi penting."