Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Untuk diketahui, pembentukan MKMK ini merespons dugaan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.
Feri menilai tidak masalah dengan pembentukan MKMK ini. Namun pada struktur keanggotaan yang melibatkan Hakim Konstitusi di tubuh Majelis Kehormatan MK itu perlu dikaji ulang.
“Problematikanya memang di dalam MK ada komposisi Ada akademisi ada tokoh masyarakat dan seorang hakim,” katanya saat dihubungi, Selasa (31/1/2023).
“Ada baiknya memang dilakukan kajian ulang terhadap komposisi MKMK ini agar kemudian hari publik tidak mempertanyakan hasil putusannya,” lanjut dia.
Sebab, menurut dia, dengan melibatkan Hakim Konstitusi yang notabene adalah pihak internal MK itu sendiri berpotensi membuat kehadiran Majelis Kehormatan MK cenderung tidak netral dalam mengusut.
Baca juga: MK Putuskan Presiden yang Telah Jabat 2 Periode Tak Boleh Calonkan Diri Jadi Cawapres
“Karena tidak mungkin ya konsepnya MK mengadili pihak-pihak yang berkaitan dengan diri mereka sendiri. Tidak mungkin jeruk makan jeruk,” tuturnya.
Sebagai contoh, seorang Hakim Konstitusi yang memiliki kedekatan dengan hakim lainnya berpotensi tidak akan mengadili perkara yang menimpa hakim yang semestinya diadili tersebut.
Hal itu pun bisa saja berlaku sebaliknya, yakni salah satu Hakim Konstitusi yang memiliki pandangan berbeda dengan hakim lainnya, berpotensi menghadirkan keputusan yang tidak adil.
“Oleh karena itu, pertimbangannya untuk hakim MK (Majelis Kehormatan) semestinya bukan hakim konstitusi, itu yang mewakili,” tuturnya.
Lebih jauh Feri turut menyoroti keterlibatan tokoh masyarakat, I Dewa Gede Palguna yang notabene mantan hakim konstitusi.
Ia mengatakan bahwa kredibilitas dan integritas Palguna tidak perlu diragukan lagi. Namun demikian, Majelis Kehormatan MK tetap sebaiknya diisi oleh non-hakim konstitusi.
Hal itu dimaksudkan agar Majelis Kehormatan MK ini dapat melihat sebuah kasus dengan pandangan yang lebih luas.