TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menegaskan wacana penghapusan jabatan gubernur dan peniadaan pilkada gubernur bisa mengganggu persiapan Pemilu 2024.
Sebab, kata Doli, adanya wacana itu memunculkan ketidakpastian pada penyelenggaraan pemilu.
"Menurut saya dalam situasi sekarang kita sedang mempersiapkan pemilu seperti saat ini ya, ya ini isu-isu ini membuat konsentrasi kita dalam persiapan pemilu bisa terganggu," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2023).
Doli melanjutkan bahwa Komisi II DPR bersama pemerintah bersama KPU, Bawaslu dan DKPP telah fokus terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Oleh karenanya, wacana penghapusan jabatan gubernur itu akan mengubah aturan yang sudah ada.
"Itu kan akan memunculkan ketidakpastian buat kita semua, bukan hanya buat parpol, tapi juga masyarakat, rakyat yang juga akan terlibat di dalam pemilu itu," ujar politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menginginkan adanya perubahan sistem politik di Indonesia.
Nantinya, Cak Imin ingin jabatan gubernur dihilangkan dari struktur pemerintahan.
Awalnya, Cak Imin mengungkapkan kelemahan politik era reformasi yang kini semakin pragmatis.
Ia menuturkan bahwa politik terus berkompetisi tiada henti selama 24 jam.
"Salah satu kelemahan era reformasi yang paling mendesak diatasi adalah politik yang pragmatis, kompetisi yang tidak ada henti. Kelihatannya damai tapi kompetisinya tidak pernah berhenti 24 jam. Ini sistem yang melelahkan," kata Cak Imin dalam acara sarasehan nasional satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Dijelaskan Cak Imin, kondisi ini membuat pemilu kini semakin membutuhkan uang. Dia bilang, uang akan menentukan perilaku pemilih dan kemenangan dalam Pemilu.
"Dimana pemilu yang pragmatis bahwa uang yang menentukan banyak hal dalam perilaku pemilu yang itu artinya masa depan kader-kader NU juga agak madesu, masa depan suram," jelasnya.
Baca juga: Tanggapan Politikus PDIP soal Usulan Jabatan Gubernur Dihapus: Secara Regulasi Ini Mustahil
Lebih lanjut, Cak Imin menambahkan bahwa hal ini berdampak besar terhadap aktivis-aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang ingin mendapatkan jabatan publik. Sebab mayoritasnya, mereka tak memiliki uang untuk bersaing dalam kontestasi politik.
"Karena aktivis-aktivis NU yang selama ini bisa murah sampai bisa duduk jabatan-jabatan publik sekarang berhadapan dengan lapangan yang sangat pragmatis. Jadi kader kader yang mau nyaleg ini sudah membuat kita stress duluan karena modalnya cekak, popularitasnya juga rendah," ungkapnya.
Dia pun mencontohkan kadernya Cucun Ahmad Syamsurijal yang kini harus berupaya meningkatkan elektabilitas demi bersaing dengan orang yang memiliki banyak uang.
"Kemarin pak haji Cucun baru jadi doktor bidang politik ekonomi dan ekonomi politik di UNPAD. Salah satu tujuannya apa? selain doktor ini, tujuannya meningkatkan elektoral. Elektabilitas sangking mahalnya bersaing itu loh. Nah ini sistem politik reformasi yang harus kita evaluasi total," jelasnya.
Oleh karena itu, Cak Imin pun mengusulkan pemilihan langsung yang digelar hanya pemilihan presiden, bupati dan Walikota. Sementara itu, pemilihan gubernur nantinya tidak diperlukan lagi.
Bahkan, kata dia, Cak Imin mendukung jabatan Gubernur untuk dihilangkan dari struktural di pemerintahan. Sebab, jabatan itu disebut tidak lagi fungsional.
"Makanya PKB sih mengusulkan Pilkada hanya pemilihan langsung hanya Pilpres dan Pilbup dan Pilkota. Pemilihan gubernur tidak lagi karena melelahkan. Kalau perlu nanti Gubernur pun nggak ada lagi karena tidak terlalu fungsional dalam jejaring pemerintahan. Banyak sekali evaluasi," pungkasnya.