TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pokja Pemilihan Proyek Base Transceiver Station (BTS) mengembalikan uang tunai kepada Kejaksaan Agung.
Pengembalian itu berkaitan dengan dugaan korupsi pengadaan tower BTS oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo).
Total uang yang dikembalikan mencapai Rp 600 juta.
"Total uang yang sudah diserahkan ada 600 juta dari beberapa anggota pokjanya," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Rabu (8/2/2023).
Baca juga: Johnny G Plate Diperiksa Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi BTS Kominfo Kamis Besok
Pengembalian itu disebut Kuntadi merupakan bukti adanya pengaturan dalam proses pemilihan tender proyek BTS.
"Terbukti ada permainanlah. Mereka sudah menyadari bahwa selama pelaksanaan pelelangan dia terima duit," katanya.
Uang tunai itu dikembalikan atas dasar inisiatif para anggota Pokja yang telah menerima.
"Kesadaran mereka bahwa memang dalam pelaksanaan pekerjaan mereka seharusnya kan tidak boleh menerima apapun," kata Kuntadi.
Tak hanya uang tunai dari Pokja, Kejaksaan Agung juga menerima pengembalian sejumlah aset terkait kasus ini.
Pengembalian aset-aset tersebut diterima dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Dari PPK menyerahkan rumah, mobil, dan motor," ujar Kuntadi.
Hingga kini, totalnya tim penyidik telah menerima pengembalian uang tunai sebesar Rp 1,8 miliar.
Sebelumnya Kejaksaan Agung menerima pengembalian uang Rp 1,2 miliar dari Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
Uang itu dikembalikan terkait dengan nama HUDEV UI yang dicatut sebagai konsultan pada proyek pengadaan tower BTS.
"Dari HUDEV kemudian tidak merasa melakukan pekerjaan, perencaan dan penelitian itu, maka dikembalikan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Kamis (26/1/2023).
Baca juga: Lagi, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi BTS Kominfo
Awalnya HUDEV UI memang dikontrak sebagai konsultan yang bertugas melakukan penelitian.
Namun seiring berjalannya waktu, dalam pelaksanaannya, tersangka Yohan Suryanto merekayasa kajian dengan mencatut nama HUDEV UI.
"Kalau kontraknya awalnya resmi, tapi ternyatanya dalam pelaksanaannya dia main sendiri," ujar Kuntadi.
Rekayasa itu kemudian mengakibatkan hasil kajian yang fiktif. Pada akhirnya, hasil kajian fiktif itu berdampak banyak terhadap pelaksanaan proyek pembangunan tower BTS.
"Kalau kajian fiktif menjadi dasar penghitungan harga, semuanya, panjang itu efeknya," kata Kuntadi.
Uang yang telah dikembalikan itu diketahui berasal dari BAKTI Kominfo.
Pengembalian pun dilakukan langsung oleh Ketua HUDEV UI atas dasar inisiatif sendiri.
"Pengambalian oleh Ketua HUDEV-nya langsung dan ikembalikan ke Kejagung lewat inisitatif sendiri."
Baca juga: Adik Johnny G Plate Berpeluang Diperiksa Lagi Terkait Kasus Korupsi BTS Kominfo
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Yohan Suryanto telah ditetapkan tersangka bersama Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak pada Rabu (4/1/2023).
Kemudian pada Selasa (24/1/2023), Kejaksaan Agung telah menetapkan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali sebagai tersangka.
Teranyar, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan telah ditetapkan tersangka pada Selasa (7/2/2023).
Dalam kasus ini, Anang Latif berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Rekayasa itu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).
Baca juga: Kasus Korupsi BTS Kominfo, Kejaksaan Agung Tetapkan Komisaris Perusahaan Swasta Jadi Tersangka
Peran itu terbukti dari adanya kerjasama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.
Dari kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.