News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Kekerasan Seksual pada Anak, Penyelesaian Hukum Sudah Bagus, tapi Lemah di Pemulihan Korban

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Pemerhati anak sekaligus mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menilai proses hukum untuk pelaku kekerasan seksual pada anak di Indonesia sudah bagus, setidaknya dalam dua tahun terakhir. Namun, pemulihan kondisi psikologis korban masih lemah.

TRIBUNNEWS.COM - Pemerhati anak sekaligus mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menilai proses hukum untuk pelaku kekerasan seksual pada anak di Indonesia sudah bagus, setidaknya dalam dua tahun terakhir.

Namun, pemulihan psikologis korban kekerasan seksual pada anak dinilai masih sangat kurang.

Hal itu disampaikan Retno saat menjadi narasumber dialog Overview Tribunnews dengan tema "Ibu Muda Lecehkan 17 Anak", Kamis (9/2/2023). 

Retno menilai proses hukum kasus kekerasan anak memiliki kemajuan, terutama dari Polri dan Majelis Hakim di pengadilan.

"Kepolisian kini sudah memiliki unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), sehingga tidak lagi Satreskrim. Begitu ada PPA ini penanganannya bagus, mereka dilatih, jadi tahu bagaimana menghadapi anak-anak korban ketika dimintai keterangan dalam BAP," ungkap Retno.

Baca juga: Pengakuan Ibu Muda di Jambi Pelaku Pelecehan, Sebut Dirudapaksa 8 Bocah hingga Diinjak Kepalanya

Selain itu sudah ada UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang dipakai ketika anak menjadi pelaku kekerasan seksual.

Sementara saat anak menjadi korban, kepolisian juga akan menggunakan UU Perlindungan Anak.

Apresiasi juga disampaikan Retno kepada Majelis Hakim di pengadilan.

"Berdasar catatan saya di 2022, pelaku seksual pada anak hukumannya menjadi berat-berat."

"Kalau dia itu guru, orangtua, itu kan orang terdekat korban, kalau orang terdekat hukumannya diperberat sepertiga," ungkapnya.

Retno Listyarti (TRIBUNSOLO.COM/EKA FITRIANI)

Baca juga: Mendikbudristek Nadiem Makarim: Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Belum Selesai

Ia mencontohkan sejumlah kasus seperti PN Kudus yang menghukum 18 tahun penjara kepada guru ngaji yang mencabuli 9 orang anak.

Kemudian kasus di Medan, kepala sekolah sekaligus pendeta sekolah berasrama yang dihukum 10 tahun.

"Kemudian kasus di Lampung kena 14 tahun, dan Herry Wirawan bahkan hukuman mati, walau sebenarnya masih memperdebatkan apalagi lembaga HAM."

"Tapi artinya itu menunjukkan hakim-hakim kita mulai menghukum berat pelaku (kekerasan seksual pada anak)," ungkapnya.

Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). (Humas Kejati Jabar via TribunJabar)
Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini