Sementara untuk 4 DPO lainnya hingga kini masih dalam tahap pengejaran.
Menurut Firli, salah satu yang menjadi kendala dalam proses penangkapan adalah perubahan nama yang dilakukan oleh para DPO tersebut.
Selain itu, proses penangkapan DPO ini tidak bisa dilakukan sembarangan dan harus benar-benar berdasar pada hukum.
Salah seorang DPO yang melakukan perubahan nama adalah Paulus Tannos menjadi Thian Po Tjhin.
Meski demikian, Firli menegaskan bahwa KPK tidak akan menyerah untuk mengejar para DPO kasus korupsi tersebut.
"Sementara 4 orang lagi antara lain HM, RHP, PT dan KK kita sedang melakukan pengejaran. Dan mungkin rekan-rekan sungguh mengikuti pemberitaan, ada beberapa yang sudah kita ketahui dan saat itu kita lakukan upaya penangkapan."
"Tetapi saya sampaikan sekali lagi bahwa, penangkapan terhadap seseorang itu harus berdasar hukum. Dan ternyata pada saat dilakukan upaya penangkapan, yang bersangkutan atas namanya sudah berubah."
"Jadi kalau awal namanya adalah PT, disaat dilakukan penangkapan yang bersangkutan sudah berubah menjadi TTP dan ini tentu akan menyulitkan kita."
"Tetapi kita tidak akan pernah menyerah, karena kita sudah tahu proses peralihan nama dari PT menjadi TTP itu," pungkasnya.
KPK Tak Bisa Ungkap Teknis Pencarian dan Keberadaan Harun Masiku
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim terus memburu keberadaan lima tersangka berstatus daftar pencarian orang (DPO), termasuk eks calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.
Diketahui saat ini terdapat lima tersangka berstatus buron, yakni Harun Masiku, Izil Azhar, Kirana Kotama, Ricky Ham Pagawak, dan Paulus Tannos.
"Jadi begini ya, sisa lima DPO KPK itu kami pastikan kami kejar dan kami upayakan, karena itu perlu digarisbawahi kewajiban KPK untuk menyelesaikan itu, termasuk Harun Masiku, termasuk DPO yang lain," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Kantor Dewan Pengawas KPK, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023).
Hanya saja, digarisbawahi Ali, KPK tidak bisa mengungkapkan teknis pencarian serta keberadaan Harun Masiku.
Sebab, hal itu nantinya akan mengganggu upaya pencarian.
"Tetapi kalau secara teknis keberadaan dari pada itu, tidak bisa kami sampaikan, karena ini kan upaya pencarian strateginya kan, kalau udah kami sampaikan di forum atau kesempatan seperti ini, ya sama saja kami kemudian menggagalkan tugas kami sendiri kan," ucapnya.
Baca juga: DPO KPK Paulus Tannos Lolos Red Notice, Teridentifikasi Sempat Ganti Nama
Ali pun memastikan KPK tidak memiliki kendala untuk mencari para DPO, termasuk Harun Masiku.
Namun, di sisi lain, ia menyebut para buronan dimungkinkan terus berpindah-pindah lokasi.
"Saya kira tidak ada kendala. Yang jelas bahwa proses proses-proses pencarian DPO yang itu adalah manusia kan, itu kan sesuatu yang tidak kemudian statis, diam, seperti mencari tempat. Kalau dia diam di tempat, gampang dia kan di situ terus, rumah, kan begitu. Ini kan orang," katanya.
Selain itu, Ali menjelaskan, KPK turut memanfaatkan teknologi dalam upaya memburu para buronan.
Pemanfaatan teknologi diharapkan dapat memperlancar upaya memburu buronan.
"Teknologi pasti kami gunakan. Artinya sampai KPK berdiri 20 tahun, kami juga menggunakan teknologi, dan sampai hari ini dilakukan. Jadi sama proses-proses pencariannya, proses-proses mendapatkan informasinya, proses perolehan informasi sama seperti halnya dari awal sampai hari ini," ujarnya.
Sebelumnya, KPK melacak keberadaan Harun Masiku.
Lembaga antirasuah itu menduga Harun Masiku berada di luar negeri.
"Ada di luar negeri,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
Namun, Asep tidak mengungkapkan lebih lanjut soal negara yang menjadi tempat Harun bersembunyi dari kejaran KPK.
Ia hanya memastikan, KPK terus melakukan koordinasi dengan sejumlah agensi terkait di luar negeri.
“Informasi yang kita terima begitu (masih di luar negeri),” ungkap Asep.
Polri Kerjasama dengan Kepolisian di ASEAN untuk Buru Buronan KPK
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya sedang melakukan kerja sama dengan kepolisian negara-negara di ASEAN untuk mencari para buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Polri saat ini juga membuat kerja sama dengan beberapa negara di ASEAN untuk mempermudah pencarian para pelaku (korupsi) dengan skema police to police. Saat ini kami sedang keliling ke beberapa negara ASEAN," ujar Listyo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Listyo mengataman, kerja sama yang sudah dilakukan dapat membantu menangkap pelaku atau para buron yang saat ini berada di luar Indonesia, khususnya di negara-negara yang telah melakukan kerja sama police to police dengan Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomentar saat ditanya mengenai masih buronnya eks Politikus PDIP Harun Masiku.
Jokowi ditanya mengenai masih buronnya Harun Masiku setelah menggelar rapat intern bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin , Menkoplhukam Mahfud MD, dan Ketua KPK Firli Bahuri di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, (7/2/2023).
Rapat membahas mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia menyusul anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII) beberapa waktu lalu.
“Bahwa ada yang belum ketemu setahun tapi baru enam bulan ketemu juga ada tapi ada juga yang memang belum ketemu,” kata Presiden.
Baca juga: Jokowi Yakin Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Tak Pengaruhi Investasi di Indonesia
Sebelum ditanya mengenai Harun Masiku Presiden menegaskan pemerintah tidak pandang bulu dalam melakukan pemberantasan korupsi. Terkait Harun Masikubl sendiri Presiden tidak menjelaskan alasan kenapa tak kunjung tertangkap. Menurut Presiden apabila buron tersebut terdeteksi pasti akan segera ditemukan.
“Ya kalau barangnya ada ya pasti ditemukan toh. Tapi KPK biar menjawab untuk itu,” katanya.
Harun Masiku telah menjadi DPO KPK sejak 17 Januari 2020.
Eks politikus PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPK Masih Punya PR Tangkap 4 DPO, Berikut Daftarnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Izil Azhar alias Ayah Merin pada 24 Januari 2023.
Ia adalah tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh.
Eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Sabang itu sudah berstatus sebagai daftar pencarian orang (DPO) sejak 30 November 2018.
Kendati demikian, KPK sebenarnya masih memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk menangkap empat DPO lainnya.
Berikut daftarnya:
1. Kirana Kotama alias Thay Ming
Kirana Kotama telah menjadi DPO KPK sejak 15 Juni 2017.
Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan pada PT PAL Indonesia (Persero).
2. Harun Masiku
Harun Masiku telah menjadi DPO KPK sejak 17 Januari 2020.
Eks politikus PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
3. Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin
Paulus Tannos telah menjadi DPO KPK sejak 19 Oktober 2021.
Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi terkait pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
4. Ricky Ham Pagawak
Ricky Ham Pagawak telah menjadi DPO KPK sejak 15 Juli 2022.
Bupati nonaktif Mamberamo Tengah itu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek pengadaan barang/jasa di Kabupaten Mamberamo Tengah serta penerimaan lainnya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, dalam pencarian keempat DPO tersebut, pihaknya memastikan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait lainnya, baik di dalam maupun luar negeri.
"Karena persembunyian para DPO tersebut tentunya tidak terbatas hanya di wilayah NKRI saja, namun sangat terbuka kemungkinan mereka mengakses wilayah di luar kewenangan yuridiksi Indonesia," kata Firli Bahuri lewat keterangan tertulis, Sabtu (28/1/2023).
Firli berkata, korupsi adalah salah satu transnational organized crime.
Sehingga dalam beberapa perkara yang ditangani KPK, tidak hanya pelaku, tapi juga aset-aset hasil tindak pidana korupsi pun seringkali disembunyikan di luar negeri.
"Oleh karenanya, KPK tak henti meminta dukungan dan peran serta masyarakat. Bagi yang mengetahui keberadaan para DPO tersebut untuk dapat menyampaikan kepada KPK atau penegak hukum terdekat, agar informasi tersebut dapat segera ditindaklanjuti," katanya. (tribun network/thf/Tribunnews.com)