TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wacana kenaikan komponen biaya haji yang harus ditanggung para jamaah terus mendapatkan penolakan.
Pemerintah pun diminta melakukan renegoisasi seluruh item biaya haji baik dari akomodasi, transportasi, hingga konsumsi sehingga bisa menekan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) secara keseluruhan,
“Kami dari PKB sebenarnya punya rumus bagaimana agar skema pembiayaan haji kita tidak semahal yang ditawarkan oleh pemerintah. Tapi ini menjadi kerjaan bersama baik dari Kementerian Agama termasuk dari Duta Besar kita di Arab Saudi seberapa jauh sebenarnya kemampuan lobby kita ke pemerintah Arab Saudi,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKB Marwan Dasopang saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk Hitung-Hitungan Biaya Haji 2023 : Antara Melayani dan Cari Untung di Kantor DPP PKB, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Abdul Azis, Dirjen Haji dan Umroh Kementerian Agama Hilman Latief, serta Kepala BPKH Fadlul Imansyah.
Selain itu juga hadir perwakilan calon jamaah haji 2023 dari berbagai daerah.
Baca juga: Kemenag: Tahun 2010 Biaya Haji 82 Persen dari Dana Jemaah, Sisanya Nilai Manfaat
Marwan mengatakan renegoisasi seluruh item yang menjadi komponen biaya haji layak untuk dilakukan.
Menurutnya ada beberapa alasan hal itu bisa dilakukan.
Pertama paradigma Pemerintah Arab Saudi saat ini dalam penyelenggaraan haji tidak hanya sekadar pelayanan ibadah tetapi juga ada unsur bisnis.
“Maka sudah sewajarnya jika pengguna jasa melakukan penawaran terhadap biaya yang disampaikan penyedia jasa. Baik dari komponen akomodasi, konsumsi, hingga transportasi jamaah selama di tanah suci,” katanya.
Alasan kedua, lanjut Marwan renegoisasi harus dilakukan karena biaya saat ini masih mengacu pada biaya haji di masa pandemi.
Saat ini alasan kenaikan biaya haji bisa diterima karena ada kemahalan komponen biaya baik di item transportasi, akomodasi, hingga konsumsi karena alasan pandemi.
“Nah saat ini alasan pandemi kan sudah tidak bisa dijadikan alasan kemahalan lagi karena faktanya situasi sudah normal. Maka dari itu harus ada renegoisasi agar ada penurunan biaya komponen sehingga BPIH tidak terlalu besar,” katanya.
Selain melakukan renegoisasi, kata Marwan, PKB juga mengusulkan ada pengurangan durasi masa tinggal jamaah di tanah suci. Selama ini rata-rata jamaah tinggal di tanah suci selama 42 hari.
Maka kedepan PKB mengusulkan agar masa tinggal jamaah di sana hanya 30 hari dengan rincian 9 hari di Madinah, 6 hari untuk puncak haji, dan 15 hari Makkah.
“Waktu tinggal selama 30 hari sangat mencukupi untuk pelaksanaan ibadah wajib maupun sunah bagi jamaah. Pengurangan durasi masa tinggal jamaah ini juga berpengaruh pada masa tugas dari petugas haji sehingga lebih singkat,” katanya.
Marwan menegaskan jika pengurangan durasi tinggal ini bisa dilakukan maka akan penghematan biaya hingga Rp1-2 trilun.
Angka ini akan cukup mengurangi besaran biaya perjalanan ibadah haji sehingga komponen haji yang ditanggung oleh jamaah bisa lebih ringan.
“Renegoisasi komponen biaya perjalanan haji dan pengurangan durasi masa tinggal jamaah ini bisa dilakukan maka saya yakin akan sangat mengurangi beban jamaah. Tetapi ini sekali lagi membutuhkan kerja keras dari pemerintah termasuk Pak Dubes dalam melakukan lobby kepada Pemerintah Arab Saudi,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Biaya Haji 2023 yang ditanggung jemaah dikabarkan akan naik Rp 29 juta menjadi Rp 69.193.733,60.
Informasi kenaikan biaya haji 2023 tersebut disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR, Kamis (19/1/2023) lalu.
Berikut ini adalah usulan rincian komponen biaya ibadah haji 2023 :
1. Biaya penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP): Rp 33.979.784,00
2. Akomodasi Makkah: Rp 18.768.000,00
3. Akomodasi Madinah: Rp 5.601.840,00
4. Biaya hidup: Rp 4.080.000,00
5. Visa: Rp 1.224.000,00
6. Paket layanan Masyair: Rp 5.540.109,60.
Usulan biaya haji 2023 tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan nilai kurs dolar terhadap rupiah maupun riyal.