TRIBUNNEWS.COM - Ketetapan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru tidak bisa diterapkan dalam kasus Ferdy Sambo.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Abdul mengatakan bahwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir) yang diotaki oleh Ferdy Sambo tersebut terjadi saat sebelum KUHP yang baru ditetapkan.
Oleh karenanya, kata Abdul ketetapan yang ada di dalam KUHP baru tidak dapat diterapkan dalam kasus itu.
Di mana, dalam pasal 100 ayat 1 KUHP baru, termaktub bahwa terpidana mati memiliki masa percobaan 10 tahun dengan syarat terpidana memiliki rasa penyesalan dan harapan memperbaiki diri.
"Kasus Sambo itu terjadi sebelum disahkannya KUHP baru, karena itu dakwaannya pasal 340 jo (subsider, red) pasal 338 KUHP. Artinya KUHP baru tidak bisa diterapkan pada kasus FS," kata Abdul Fickar, Selasa (14/2/2023).
Baca juga: 8 Bulan Perjalanan Kasus Pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo Dapat Kado Ulang Tahun Hukuman Mati
Jika Diterapkan akan Melanggar Asas Legalitas
Abdul menyampaikan bahwa jika ketetapan dalam KUHP baru tersebut diterapkan dalam kasus Ferdy Sambo, maka yang terjadi adalah pelanggaran terhadap legalistas.
Lantaran, KUHP yang baru ditetapkan tersebut tidak berlaku mundur mengikuti waktu terjadinya perkara.
"Jika diterapkan melanggar asas legalitas. KUHP baru tidak bisa diberlakukan mundur," ucapnya.
Baca juga: Setelah Ferdy Sambo dan Putri, Hari Ini Giliran Ricky Rizal dan Kuat Maruf Hadapi Sidang Vonis
Selain itu, Abdul pun menyebut jika proses hukum terhadap Ferdy Sambo tersebut belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Sebab, Ferdy Sambo dinilai masih memiliki upaya hukum lanjutan melalui banding, kasasi hingga peninjauan kembali (PK).
"Belum inkracht, FS (Ferdy Sambo) masih bisa banding dan kasasi. Dan jika ada bukti baru yang belum diperiksa juga bisa PK peninjauan kembali. Jadi masih lama inkracht nya. Perkara pidana itu inckracht jika sudah tidak ada lagi upaya hukum," ujarnya.
KUHP Baru Berlaku pada 2026