Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Pasal 100 ayat 1 KUHP mengatur, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memerhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana.
Namun, dalam Pasal 100 ayat 2 dijelaskan, pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
Baca juga: Pihak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Didesak Minta Maaf usai Sebut Brigadir J Pelaku Pemerkosaan
Adapun Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memutuskan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo, tanpa adanya embel-embel masa percobaan selama 10 tahun pada Senin (13/2/2023) kemarin.
Albert mengatakan, berdasarkan Pasal 100 ayat 4 KUHP, jika majelis hakim memberikan masa percobaan selama 10 tahun terhadap vonis hukuman mati Ferdy Sambo, maka ketika ia menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan tersebut, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup.
Yakni, dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
"Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan," tulis Pasal 100 ayat 5 KUHP.
"Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung," bunyi Pasal 100 ayat 6 KUHP.
Baca juga: Beda Vonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, tapi Sama-sama Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Hal yang Meringankan dan Memberatkan Hukuman Ferdy Sambo
Hakim Wahyu mengatakan bahwa hal yang memberatkan adalah perbuatan Ferdy Sambo dilakukan kepada ajudannya sendiri yang telah mengabdi kepada dirinya selama kurang lebih tiga tahun.
Hal tersebut disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam sidang vonis Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan Brigadir J, Senin (13/2/2023).
"Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Nofriansyah Yoshua Hutabarat."
Akibat perbuatan terdakwa tersebut, kata Hakim Wahyu menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat, perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama polri yaitu Kadiv Propam Polri.
Perbuatan Ferdy Sambo dinilai telah mencoreng nama institusi polri di mata masyarakat Indonesia dan di mata dunia internasional.