TRIBUNNEWS.COM - Mabes Polri angkat bicara soal pelaksanaan sidang etik kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Seperti diketahui, hakim telah memvonis Bharada E dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan belum mengetahui kepastian terkait sidang kode etik terhadap Bharada E.
Ia mengaku masih menunggu informasi dari Divisi Propam Polri terkait pelaksanaannya.
"Semua pihak harus menghormati putusan hakim PN. Untuk itu (sidang etik ke Bharada E) nanti nunggu info dari Propam dulu," tuturnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (15/2/2023).
Terpisah, dua analisis terkait nasib Bharada E sebagai anggota Polri disampaikan oleh pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto dan peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel.
Baca juga: Penasihat Hukum Richard Eliezer Berharap JPU Tidak Lakukan Banding
Menurut Bambang, status Bharada E sebagai anggota kepolisian sudah tertutup lantaran telah divonis bersalah dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Pernyataannya itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bambang menilai, meski ada Peraturan Kapolri (Perkap) yang juga mengatur pemberhentian anggota Polri, PP Nomor 1 Tahun 2003 itu wajib menjadi rujukan.
Sehingga, saat pasal di Perkap bertentangan dengan PP, maka otomatis pasal dalam Perkap akan gugur dengan sendirinya.
"Ukuran kurang atau lebih lima tahun (vonis hukuman penjara) ini ada dalam Peraturan Kapolri. Yang menjadi pertanyaan adalah, ukuran lima tahun itu merujuk atau mempertimbangkan aturan di atasnya yang mana?"
"Sepengetahuan saya dalam tata perundangan, PP tentu lebih tinggi dari Perkap. Kalau Perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam Perkap itu gugur dengan sendirinya," ujarnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (15/2/2023).
Bambang menilai jika tidak ada sanksi berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) bagi Bharada E, maka akan memunculkan preseden buruk di tubuh Polri.
Baca juga: Bibi Brigadir J Menilai Vonis Bharada E Terlalu Rendah
Hal itu, lanjutnya, lantaran Eliezer melakukan tindak pidana karena menerima perintah atasannya yaitu Ferdy Sambo.
Selain itu, Bambang juga menganggap jika Eliezer tetap menjadi anggota Polri meski divonis pidana, maka akan melunturkan semangat membangun Korps Bhayangkara yang profesional.
"Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional," katanya.
Bambang menilai, vonis yang dijatuhkan kepada Eliezer juga bukan akibat situasi genting seperti perang atau operasi keamanan.
"Artinya, (Bharada E) dalam kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tetap tak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun," tuturnya.
Richard Tetap Bisa Jadi Anggota Polisi karena Dihukum Di Bawah 2 Tahun Penjara
Sementara menurut Reza, Bharada E tetap bisa menjadi anggota Polri meski telah dijatuhi vonis.
Hal tersebut karena Bharada E dihukum di bawah dua tahun penjara.
Reza menilai hal ini selaras dengan pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menetapkan batas hukuman pidana maksimal bagi anggota Polri yang patut untuk disanksi PTDH.
"Kapolri Listyo Sigit Prabowo sebenarnya sudah menetapkan batas hukuman pidana maksimal yang akan berlanjut dengan pemecatan personel Polri secara tidak hormat. Yaitu, bagi Brotoseno jika dia dihukum di atas dua tahun penjara, dia akan dikeluarkan dari Polri."
"Nah kalau itu dijadikan acuan, maka hukuman bagi Eliezer maksimal dua tahun saja. Itulah batas hukuman jika hakim ingin menyelamatkan masa depan Eliezer sebagai anggota Polri," tuturnya dalam keterangan tertulis.
Seperti diketahui sebelumnya, selain Bharada E, vonis juga telah diumumkan terhadap empat terdakwa lain, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Baca juga: Richard Eliezer Divonis 1 Tahun 6 Bulan, Majelis Hakim Sampaikan 6 Poin yang Meringankan
Untuk Ferdy Sambo, dirinya dijatuhi hukuman mati yang mana lebih berat dari tuntutan JPU, yaitu meminta dihukum penjara seumur hidup.
Sementara Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara yang juga lebih berat daripada tuntutan JPU, yakni penjara delapan tahun.
Lalu Ricky dihukum 13 tahun penjara dan Kuat Maruf divonis lebih berat dari RR yaitu 15 tahun penjara.
Adapun mereka didakwa melanggar pasal 340 subsidair pasal 338 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Polisi Tembak Polisi