Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memperdalam peran Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan dan Komisaris Independen PT Wijaya Karya (Wika) Beton Dadan Tri Yudianto dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Adapun nama Hasbi dan Dadan muncul dalam dakwaan dua pengacara yang menyuap hakim agung, Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya pasti akan mendalami orang-orang yang disebut atau punya kaitan dengan perkara dimaksud.
Pendalaman diperlukan agar perkara tersebut dapat dibongkar secara tuntas.
"Begitu pun pertanyaan tadi kan ada sekretaris MA, apa sudah didalami? Tentu sekali lagi semua pihak yang disebut ataupun kemudian tanda korelasinya dengan perkara pasti akan kami dalami," ucap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/2/2023).
"Termasuk misalnya ada sekretaris MA, kedua tadi Dadan Tri, maupun pihak-pihak yang lain, tentu kami akan mengembangkan untuk kemudian kami tentukan statusnya setelah kami memiliki kecukupan alat bukti," lanjutnya.
Baca juga: Periksa Ketua Pengadilan Negeri Tobelo, KPK Dalami Perkara yang Ditangani Hakim Agung Gazalba Saleh
Ghufron menerangkan bahwa pengembangan ini diperlukan agar status para pihak yang disebut dalam perkara dimaksud dapat ditentukan statusnya.
Hanya saja, Ghufron belum memastikan lebih lanjut soal status mereka.
"Kami tentukan statusnya setelah kami memiliki kecukupan alat bukti," katanya.
Sebagaimana diketahui, sosok Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto muncul dalam surat dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno.
Adapun pihak yang menghubungkan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno dengan Hasbi Hasan yaitu Dadan Tri Yudianto.
Baca juga: KPK Terus Cari Bukti Keterlibatan Bos PT Loco Montrado Siman Bahar di Kasus Korupsi Antam
Dalam dakwaan Yosep dan Eko, Dadan diduga menerima uang Rp11,2 miliar terkait pengaturan vonis kasasi bebas terhadap Budiman Gandi Suparman. Uang diduga dari Heryanto Tanaka.
Heryanto ialah pelapor Budiman Gandi selaku Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana atas kasus pemalsuan surat/akta notaris.
Ia memiliki kepentingan lantaran telah menanam investasi sebesar Rp45 miliar di KSP Intidana tapi baru memperoleh kembali simpanan berjangka sebesar Rp11 miliar.
Melalui pengacaranya, Heryanto diduga berupaya mencari koneksi ke MA agar kasasi dikabulkan. Termasuk kepada sejumlah ASN MA hingga hakim agung.
Selain "jalur" tersebut, Heryanto dan Yosep diduga menggunakan jalur Dadan yang disebut dalam dakwaan sebagai penghubung ke Hasbi Hasan.
Baca juga: KPK Periksa Anggota DPRD Jatim dari Gerindra & Demokrat, Sebelumnya PPP, PDIP & PKB
"Terdakwa I (Yosep) dan Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto yang merupakan penghubung dengan Hasbi Hasan (Sekretaris MA) membicarakan terkait pengurusan perkara Nomor 326 K/Pid/2022 atas nama Budiman Ganti Suparman," kata jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (18/1/2023).
"Heryanto Tanaka memerintahkan NA Sutikna Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan total Rp11.200.000.000," lanjut jaksa.
Dalam kasus suap hakim agung, KPK menengarai Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati serta sejumlah pegawai MA menerima suap yang totalnya 822.000 dolar Singapura atau Rp9.382.735.560 (kurs SGD 1 = Rp11.416). Mereka diduga menerima suap terkait pengaturan vonis kasasi di MA.
Penerimaan suap tersebut terkait dengan dua pengurusan perkara kasasi.
Pertama, terhadap Gazalba Saleh dkk. Diduga Yosep dan Eko memberikan 310.000 dolar Singapura terkait pengurusan perkara kasasi pidana nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman.
Suap diterima Gazalba melalui Desy Yustria, Nurmanto Akmal, dan Redhy Novarisza selaku PNS MA.
Kemudian ada uang 100.000 dolar Singapura yang diterima Gazalba melalui Prasetio Nugroho selaku hakim yustisial atau panitera pengganti MA.
Penerimaan oleh Dadan juga terkait upaya lain yang dilakukan oleh Dadan untuk memastikan vonis kasasi Budiman Gandi bersalah.
Kedua, Hakim Agung Sudrajad Dimyati diduga menerima suap dari Yosep dan Eko melalui Desy Yustria, Muhajir Habibie selaku PNS MA, dan Elly Tri Pangestuti selaku hakim yustisial atau panitera pengganti MA senilai 200.000 dolar Singapura.
Suap itu agar membatalkan putusan perdamaian homologasi tahun 2015 antara KSP Intidana dengan debitur dan memvonis koperasi tersebut pailit. Sebab KSP Intidana tidak menjalankan putusan soal homologasi itu.