TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti langkah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengomentari gugatan sistem proporsional terbuka.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia ini menyebutkan SBY tengah turun gunung.
Hal ini disebabkan SBY risau suara Partai Demokrat bisa anjlok apabila sistem proporsional tertutup kembali digunakan.
"Bukan hanya SBY (yang khawatir) tapi hampir semua partai politik," kata Ray saat dihubungi awak media, Selasa (22/2/2023).
Untuk diketahui, semua partai parlemen, kecuali PDIP, menentang penggunaan kembali sistem proporsional tertutup.
Lebih lanjut, apabila MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, tentu partai yang punya Party ID rendah bakal kehilangan pemilih.
Berdasarkan hasil survei, kata Ray, hampir semua partai politik Party ID-nya rendah, termasuk Partai Demokrat. Hanya PDIP dan Golkar yang Party ID-nya tinggi.
Lantaran Party ID mayoritas partai rendah itu lah sistem proporsional tertutup ditentang.
"Apabila Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, tentu partai politik bisa meraup suara lewat ketokohan caleg yang diusung," ujar Ray.
"Saat ini 80 persen daya pikat partai terhadap pemilih bergantung pada ketokohan kandidat," sambungnya.
Pada Minggu (19/2/2023), Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY, untuk pertama kalinya mengomentari gugatan sistem proporsional terbuka usai isu tersebut bergulir sejak akhir Desember 2022 lalu.
SBY mempertanyakan apa urgensi mengubah sistem pemilu saat tahapan persiapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Apalagi, hari pencoblosan Pemilu 2024 tidak sampai satu tahun lagi.
Menurut SBY, pengubahan sistem pemilu seharusnya dilakukan saat masa 'tenang' dengan dirembukkan secara bersama, bukan lewat jalan pintas dengan menggugat ke MK.
Sebagai informasi, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai.
Baca juga: SBY Pertanyakan Urgensi Rencana Ganti Sistem Pemilu: Apakah Kondisinya Genting Seperti Tahun 1998?
Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun partainya.
Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi parlemen. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019.