"(Surat berkelakuan baik) tidak sepenuhnya menjadi otoritas lapas karena ada Hakim, pengawas dan pengamat yang juga ikut menilai perilaku Ferdy Sambo selama di lapas."
"Kita sudah mengenal Hakim, pengawas dan pengamat melalui undang-undang nomor 8 tahun 1981, jadi sudah cerita 42 tahun yang lalu ada namanya Kimwasmat itu."
"Hakim, pengawas dan pengamat yang bertugas untuk melihat pembinaan, putusan pengadilan apakah memberi dampak terhadap terpidana (atau tidak)."
"Sehingga itu tidak semata-mata hanya melibatkan teman-teman di lembaga pemasyarakatan," ujar Edward.
"Bahkan kalau dilihat dalam ayat 6 pasal 100 itu adalah berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung ya jadi prosesnya itu panjang dan prosesnya itu betul-betul selektif," tegas Edward.
Jadi, hukuman mati dirubah menjadi seumur hidup atau penjara sementara 20 tahun adalah berdasarkan keputusan Presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung.
"Jadi bukan pertimbangan Kepala Lapas," sambung Edward.
Baca juga: Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Kuat Maruf Jadi Saksi Sidang Etik Bharada E, Namun Tak Hadir
KUHP Dibuat Tak Untuk Loloskan Sambo
Menanggapi asumsi publik terkait kehadiran KUHP Baru akan loloskan Ferdy Sambo dari hukuman mati, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, menampiknya.
Yasonna menegaskan, disahkannnya KUHP baru bukan untuk meloloskan vonis mati Ferdy Sambo.
Sebagaimana diketahui, KUHP baru telah disahkan oleh DPR RI pada 6 Desember 2022 lalu dan akan berlaku pada 2026.
Dalam Pasal 100 di KUHP baru tersebut dijelaskan hakim bisa menjatuhkan vonis mati dengan masa percobaan 10 tahun.
Jika dalam 10 tahun terpidana berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya, maka vonis mati diganti dengan penjara seumur hidup.
Ketentuan hukuman mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup ini, tegas Yasonna, sudah dirancang jauh sebelum adanya kasus Ferdy Sambo.