Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebutkan putusan Pengadilan Negara Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman supaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menunda pemilu merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat konstitusi.
Anggota Dewan Penasihat Perludem, Titi Anggraini menegaskan, isi putusan tersebut aneh, janggal, dan mencurigakan.
"PN (Pengadilan Negeri) yang memerintahkan penundaan pemilu sampai 2025 merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat Konstitusi," kata Titi Anggraini saat dihubungi awak media, Kamis (2/3/2023).
Lebih lanjut, Titi menekankan, dalam sistem penegakan hukum Pemilu tidak dikenal mekanisme perdata melalui Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan keberatan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu.
Saluran yang bisa ditempuh partai politik (parpol) hanyalah melalui sengketa di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Baca juga: PN Jakpus Perintahkan Pemilu Ditunda, Waketum Prima: Ditunda Sampai 2025
"Dan selanjutnya upaya hukum untuk pertama dan terakhir kali di Pengadilan Tata Usaha Negara," jelas Titi.
"Hal itu diatur eksplisit dalam Pasal 470 dan 471 UU Nomor 7 Tahun 2017. Jadi bukan kompetensi PN Jakpus untuk mengurusi masalah ini apalagi sampai memerintahkan penundaan Pemilu ke 2025," sambungnya.
Titi menilai Aneh sebab langkah menunda pemilu justru via upaya perdata di pengadilan negeri.
Ia pun menegaskan Komisi Yudisial mestinya proaktif untuk memerika majelis hakim yang memutus perkara tersebut.
Baca juga: Isu Pemilu Ditunda, Rocky Gerung: Ada Perencana Kejahatan!
"Sebab ini Putusan yang jelas menabrak Konstitusi dan juga sistem penegakan hukum pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," katanya.
Untuk diketahui, Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pemilu setiap lima tahun sekali adalah perintah Konstitusi sehingga Putusan Pengadilan jelas tidak bisa bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima.
Baca juga: Isu Pemilu Ditunda, Rocky Gerung: Ada Perencana Kejahatan!
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru saja menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
KPU akan Ajukan Banding
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI langsung merespon terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima.
Anggota KPU RI Idham Holik langsung tegas mengatakan akan mengajuka banding.
"KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut ya. KPU RI tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding," kata Idham saat dihubungi awak media, Kamis (2/3/2023).
Dalam pertaturan penyelanggaraan pemilu, jelas Idham, khususnya pasal 431 sampai pasal 433, hanya ada dua istilah yaitu pemilu lanjutan dan pemilu susulan.
"Definisi pemilu lanjutan dan susulan, itu ada di pasal 431 sampai dengan pasal 433. KPU tegas banding," kata Idham.
Hal senada juga sudah lebih dulu dilontarkan lebih dulu oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam pesan singkatnya.
"KPU akan upaya hukum banding," kata Hasyim.