AHY mencotohkan program Pemerintahan Presiden Jokowi tersebut salah satunya adalah food estate.
"Contohnya, alokasi anggaran triliunan rupiah untuk pengembangan kawasan pangan berskala luas. Apa kabar program food estate?" tanya dia.
Baca juga: Sejukkan Kantor DPP Partai Golkar, Sachruddin dan Airin Rachmi Tanam Pohon Baobab
Dia menyebut bahwa sejumlah akademisi pertanian dan aktivis lingkungan mengkritisi kebijakan food estate.
"Program yang hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, tapi dinilai mengabaikan faktor ekologi dan sosial," ujar AHY.
AHY menjelaskan kedaulatan pangan harus berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat serta mempertimbangkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan, dan tradisi masyarakat lokal.
"Ini mengacu pada mazhab ekonomi Partai Demokrat yaitu sustainable grow with equity, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan yang tetap menjaga keseimbangan alam," jelasnya.
Selain itu, dia juga mengkritisi pembentukan undang-undang (UU) Ciptaker yang dianggapnya selain tidak berpihak kepada tenaga kerja, juga pembuatannya terburu-buru.
"Bukan hanya karena isinya yang kurang berpihak pada tenaga kerja, tetapi juga karena pembuatan aturannya dilakukan grasa-grusu," ujar AHY.
Karenanya, AHY tak mengherankan ketika mahkamah konstitusi (MK) menyatakan UU Ciptaker tadi sebagai produk yang inkonstitusional.
Namun, dia menyayangkan keputusan pemerintah yang justru menerbitkan Perppu Ciptaker sebagai respons perintah MK.
"Hal ini kembali menegaskan, bahwa lembaga good governance akan memicu terjadinya ketidakpastian hukum," ungkapnya.
Menurut AHY, hal tersebut bisa menimbulkan kepercayaan dunia usaha dan Investor nasional maupun luar negeri menurun kepada Indonesia.
"Tidak sedikit yang akhirnya membatalkan rencana investasinya. Padahal kita sangat membutuhkan investasi itu untuk perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional," imbuhnya.