Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, memvonis bebas dua perwira Polri dalam kasus tragedi Kanjuruhan yang membuat ratusan orang meninggal dunia.
Putusan ini pun membuat protes sejumlah pihak.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta adanya evaluasi terhadap kinerja penyidik hingga penuntut umum hingga membuat dua perwira Polri itu divonis bebas.
Sebab, kata dia, seharusnya ada pihak yang bertanggung jawab di balik penembakan gas air mata yang berujung kematian ratusan pendukung Arema Malang di Stadion Kajuruhan.
"Karena seharusnya logika hukumnya kejadian itu kan memakan korban sangat banyak. Pastilah ada kesalahan apakah itu kesengajaan atau Kelalaiann. Masa gak ada. Logika hukum sederhananya ada yang bertanggungjawab. Tiba-tiba kok ini bebas," ujar Habiburokhman di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Baca juga: Kecewa, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Bakal Temui Kapolres Malang, Minta Kepastian Laporan
Dia meyakini adanya kesalahan hingga akhirnya dua perwira Polri itu divonis bebas dalam kasus tersebut.
Kesalahan bisa saja saat proses penyidikan maupun penyusunan surat dakwaan.
"Kesalahannya gimana. Apakah dalam konstruksi penyusunan dakwaan dan tuntutan ataukah sejak awalnya yg lebih awal lagi, sejak awal penyidikan, penentuan pasalnya tidak pas. Lalu penentuan para tersangkanya juga tidak pas. Kalau kayak begini ya jadi problem," ungkapnya.
Lebih lanjut, Habiburokhman menambahkan bahwa seharusnya ada yang bertanggung jawab dalam kasus tragedi Kanjuruhan.
Putusan ini pun dinilai tidak menunjukkan empati kepada korban.
"Kalau bebas berarti siapa yang bertanggung jawab. Kalau tidak ada yang bertanggung jawab tentu ini kita tidak menunjukkan empati kepada masyarakat, kepada korban," jelasnya.
Karena itu, anak buah Prabowo Subianto itu meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengajukan banding terkait putusan tersebut.
"Masalah ini kita mau tanya masalahnya dimana? Kok bisa seperti itu, walaupun jaksa masih punya hak untuk banding yah, kita dorong untuk banding," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya kasus tragedi Kanjuruhan sudah berada di babak penghujung.
Kamis (16/3/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa.
Tiga terdakwa mendengarkan putusan hakim.
Dua di antara mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.
Sedangkan satu lagi yakni AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara.
Satu di antara yang divonis bebas adalah AKP Bambang Sidik Achmadi.
Bambang merupakan salah satu polisi yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema Malang di Stadion Kajuruhan.
Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.
"Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata Bambang, saat membacakan putusan hari ini.
Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan. Namun sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.
"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.
Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.
Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa sebagaimana dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.