Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Santoso mengatakan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap dua perwira Polri merupakan tindakan yang nyeleneh.
"Keputusan hakim di peradilan kita memang nyeleneh. Sering terjadi dalam persidangan sebuah kasus pidana yang salah bebas dan benar dihukum," ujar Santoso kepada wartawan, Jumat (17/3/2023).
Ia pun mempertanyakan apakah produk undang-undang negara yang masih belum baik atau justru para penegak keadilan yaitu Polri, Jaksa, dan Hakim yang masih belum baik.
"Publik pasti jika ditanya tentang produk regulasi yang baik atau prilaku para penegak hukum yang tidak baik. Jawabannya dipastikan lebih banyak adalah prilakunya yang kurang baik," jelasnya.
Ia menuturkan bahwa jika Jaksa menganggap bahwa dakwaannya sangat kuat disertai dengan bukti-bukti yang ada, maka sangat dimungkinkan Jaksa melakukan banding atas putusan hakim tersebut.
Baca juga: KY Belum Terima Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Vonis Bebas Polisi Kasus Kanjuruhan
Meskipun, kata dia, kasus Kanjuruhan tidak bisa dilihat hanya pada tewasnya beberapa penonton sepak bola saja.
Namun banyak sisi lain yang menjadi pertimbangan dalam menelisik kasus itu.
"Harapannya adalah tidak ada intevensi kekuasaan dalam mengurai peristiwa itu tapi murni memberi keadilan bagi para keluarga korban," katanya.
Diberitakan sebelumnya kasus tragedi Kanjuruhan sudah berada di babak penghujung.
Kamis (16/3/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membacakan vonis terhadap tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan ratusan jiwa.
Baca juga: Terdakwa Polisi Divonis Bebas Kasus Kanjuruhan, Pimpinan Komisi X DPR: Sebagai Rakyat Kita Kecewa
Tiga terdakwa mendengarkan putusan hakim.
Dua di antara mereka yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas.
Sedangkan satu lagi yakni AKP Hasdarmawan dihukum 1,5 tahun penjara.
Satu di antara yang divonis bebas adalah AKP Bambang Sidik Achmadi.
Baca juga: Komisi III DPR Minta Jaksa Ambil Upaya Hukum Lanjutan Atas Vonis Bebas Polisi di Kasus Kanjuruhan
Bambang merupakan salah satu polisi yang didakwa memerintahkan penembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema Malang di Stadion Kajuruhan.
Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya mengatakan tembakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.
"Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata Bambang, saat membacakan putusan hari ini.
Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan.
Namun sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.
"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.
Artinya, kata majelis hakim, yang bersangkutan tidak memerintahkan jajarannya menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ketika gas air mata ditembakkan ke area gawang sebelah utara, asapnya pun mengarah ke sisi lapangan sebelah selatan dan tidak menuju area tribun penonton.
Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa sebagaimana dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.