Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus peredaran narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa mempertanyakan keluarnya hasil tes laboratorium yang menyatakan dirinya positif narkoba.
Menurut Mantan Kapolda Sumbar tersebut dites narkoba 14 Oktober 2022 lalu.
Kata dia harusnya hasil tes keluar 27 Oktober, bukan 14 Oktober pada hari yang sama.
Hal itu disampaikan Teddy Minahasa dalam sidang lanjutan kasus peredaran narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/3/2023).
"Saudara tadi mengatakan tanggal 13 Oktober saudara menghadap Kapolri kemudian diarahkan ke Kadiv Propam untuk diambil sampel berupa urine, rambut dan darah apakah saudara masih ingat kapan hasilnya keluar," tanya penasihat hukum di persidangan.
Baca juga: Bantah Hubungan Asmara, Teddy Minahasa: Kalau Orang di Persidangan Bisa Dihukum, Saya Tuntut Linda
"Mohon maaf saya ralat kalau malam itu hanya urine sama darah tapi rambutnya besok paginya. Itu berarti tanggal 14 Oktober secara administratif dikirim ke laboratorium forensik tanggal 15 Oktober. Sementara hasilnya dikirim dari laboratorium kepada penyidik tanggal 27 Oktober dirilisnya tangga 14 Oktober," jawab Teddy Minahasa.
"Apakah tahu hasil tes dari saudara," tanya penasihat hukum.
"Kebetulan di patsus sel saya yang berukuran 2x3 meter ada TV. Jadi pas hari Jumat yang harusnya saya menghadiri briefing presiden saya tidak hadir karena kasus ini," jawab Teddy Minahasa.
"Saya lihat TV kok dinyatakan positif, saya agak protes kepada Kapolri. Kemudian tidak lama diralat jadi negatif disitu saya bertanya-tanya ini main-main atau serius. Kalau dinyatakan positif dasarnya apa dasarnya apa, kemudian meralat dasarnya apa jadi negatif," jelasnya.
Teddy Minahasa mengatakan karena secara administratif hasil laboratorium atas urine darah dan rambut dirinya itu tanggal 27 Oktober.
Tanggal 14 Oktober keluar hasilnya, ia tidak paham landasan hukumnya.
"Dihubungkan dengan hal tadi saudara baru ditunjuk sebagai Kapolda Jawa Timur tanggal 10 Oktober 2022 kemudian tanggal 13 Oktober saudara harus mengalami di Pansus. Jadi tiga hari kemudian, dihubungkan dengan hal tadi yang saudara diumumkan sudah positif padahal hasil tes belum keluar. Apakah saudara merasa ada suatu keanehan?" tanya penasihat hukum.
"Sejalan atau berbanding lurus dengan tadi yang saya katakan disitu saya dalam tanda kutip agak protes kepada Kapolri karena sangat janggal," jawab Teddy Minahasa.
"Saya juga aparat penegak hukum yang tahu prosedur, pengambilannya kan tanggal 13 Oktober setelah maghrib darah sama urine. Untuk rambut karena rambut atas sepi diambil dari rambut sekitar perut Yang Mulia, itu besoknya tanggal 14 Oktober," jelasnya.
"Kok tanggal 14 Oktober pula dinyatakan atau diumumkan positif narkoba. Pada pengiriman sampel dari tiga bagian tubuh saya itu baru tanggal 15 Oktober dan hasilnya baru tanggal 27 Oktober. Yang saya katakan aneh atau janggal ini main-main atau apa-apa institusi sebesar Polri," tutupnya.
Kronologi Ditangkapnya Irjen Teddy Minahasa
Kasus Narkoba yang menjerat Irjen Teddy Minahasa dan AKBP Dody Prawiranegara berawal dari pengungkapan kasus narkoba yang dilakukan Polda Metro Jaya.
Saat itu, pihak Polda Metro Jaya berhasil mengamankan 3 orang pelaku dari masyarakat sipil.
Setelah penangkapan tersebut, kemudian Polda Metro Jaya melakukan pengembangan dan akhirnya mengarah kepada seorang anggota polisi berpangkat Bripka dan anggota polisi berpangkat Kompol dengan jabatan Kapolsek.
Atas dasar tersebut, pihak Polda Metro Jaya terus mengembangkan kasus dan kemudian berkembang kepada seorang pengedar hingga mengarah kepada AKBP Dody Prawiranegara.
Dari situ kemudian penyidik melihat ada keterlibatan Irjen Teddy Minahasa dalam peredaran narkoba tersebut.
Dalam kasus ini ada 7 terdakwa, di antaranya, Eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran masing-masing terdakwa dalam perkara ini.
Irjen Teddy Minahasa diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody dengan menyuruh orang kepercayaannya, Syamsul Maarif alias Arif.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti narkotika berupa sabu.
Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk bertransaksi dengan Linda.
Linda pun menyerahkan sabu tersebut ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol Kasranto.
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakwa," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.