"Saat ini kita bisa melihat adanya keseriusan DPR secara kelembagaan untuk menyusun RUU PPRT. Dalam rangka penyempurnaan atas Draft RUU tersebut, DPR telah beberapa kali melakukan pembahasan intensif dan mendalam dengan berbagai narasumber yang kompeten di isu pekerja rumah tangga, termasuk Komnas Perempuan, aktivis perburuhan, perwakilan ILO, dan masih banyak lagi," harapnya.
"Selain DPR, kita dapat lihat bagaimana pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo terus mendorong agar RUU PPRT ini segera disahkan,” jelas Erna.
Dia mengatakan bahwa Willingness dari dua lembaga negara, baik dari legislatif dan eksekutif untuk segera melahirkan regulasi yang dapat melindungi pekerja di sektor rumah tangga, menunjukkan bagaimana keseriusan Indonesia untuk menguatkan pekerja di sektor pekerjaan ini.
Setelah mengetahui willingness dari legislatif dan eksekutif, tentu adalah penting melihat kesiapan dari substansi/materi yang ada di dalam RUU PPRT tersebut.
Terdapat perbedaan pandangan antar fraksi di dalam pembahasan pengesahan draft RUU ini.
“Menurut hemat saya tentu dimaksudkan untuk melahirkan satu regulasi yang benar-benar dapat dipergunakan untuk melindungi pekerja, dengan mengedepankan distribusi keadilan yang seimbang, baik antara pekerja, pemberi kerja melalui keagenan serta pemberi kerja langsung misalnya perekrutan langsung pekerja oleh satu keluarga.” ujarnya,
Standar ketenagakerjaan yang diatur dalam Konvensi ILO No.189 untuk memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga, setidaknya diatur di dalam 10 (sepuluh) hal.
Yakni, hak dasar pekerja, jam kerja, upah, keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan sosial, pekerja rumah tangga anak, standar kehidupan pekerja di dalam satu rumah tangga, standar mengenai pekerja rumah tangga migran, keagenan/penyalur PRT, dan mengenai penyelesaian perselisihan.
Di dalam RUU PPRT yang ada saat ini, masih diperlukan berbagai penyempurnaan, terutama terhadap parameter yang akan dipergunakan dalam menentukan (1) kemampuan pekerja (2) lingkup pekerjaan (3) sistemupah pekerja (4) hak dan kewajiban pekerja (5) waktu istirahat serta (6) ketentuan pidana yang overlapping dengan apa yang diatur di KUHP.
Penyempurnaan menjadi penting untuk dilakukan karena akan berimbas pada kemampuan para pemberi kerja.
"Jangan sampai setelah diundangkan, RUU PPRT kemudian menimbulkan adanya gelombang phk massal sebagai akibat ketidaksanggupan pemberi kerja untuk comply pada regulasi yang ada," tukasnya.