TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI, Mulfachri Harahap meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memperjelas statement-nya soal DUGAAN tindak pidana pencucian uang di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bea Cukai.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Jika memang benar telah terjadi tindak pidana pencucian uang, maka penyidik bisa segera mengusutnya dengan tuntas.
"Soal statement telah terjadi pencucian uang oleh PPATK, ini harus dibuat terang benderang."
"Yang tidak valid analisis yang kemudian dibuat kesimpulan oleh PPATK atau tidak ada keseriusan penyidik di dua kementerian atau lembaga ini, di Bea Cukai dan Kementerian Keuangan dalam menindaklanjuti adanya temuan yang diperoleh oleh PPATK yang katanya bersumber dari analisis yang mendalam tentang transaksi yang janggal," kata Mulfachri dikutip dari Youtube Tribunnews, Selasa (21/3/2023).
Menanggapi hal itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa pihaknya hanya menganalisis sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Baca juga: Dicecar Soal Dugaan Transaksi Janggal Rp 300 T, Kepala PPATK: Itu TPPU
PPATK, kata Ivan, hanya memberikan informasi adanya indikasi tindak pidana pencucian uang.
Penindakan selanjutnya lantas diserahkan pada pihak yang berwajib menangani masalah ini.
"Kewenangan kami hanya sebatas follow the money, jadi berdasarkan forensik acounting dan ahli ekonomi kami kemudian menyatakan bahwa transaksi yang kita lihat dan yang dlilakukan oleh subjek ini kita indikasikan telah ada tindak pidana pencucian uang karena tidak sesuai dengan profil."
"Tapi bukan berarti kita menyatakan ini merupakan tindak pencucian uang."
"Jadi atas dasar data-data ini kami mengindikasikan telah ada tidak pidana pencucian uang, lalu kita sampaikan kepada para penyidik," ujar Ivan.
Baca juga: Komisi III Rapat dengan PPATK, Video Pernyataan Mahfud Soal Transaksi Rp 300 T Sempat Ditayangkan
Kemenkeu Tindaklanjuti
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti soal laporan tindak pencucian uang.
Sri Mulyani juga akan terus pro aktif bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menjaga keuangan negara.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam konferensi pers yang digelar Senin (20/3/2023) dikutip dari Kompas Tv.
"Aparat penegak hukum melakukan penyelidikan dan melakukan langkah-langkah dari penegakan hukum, kami berkerja sama dengan aparat penegak hukum dan PPATK."
"Ini menjelaskan bahwa Kemenkeu tidak berhenti, bahkan kami pro aktif minta PPATK membantu menjaga keuangan negara," kata Sri Mulyani.
Soal adanya transaksi janggal dengan nilai transaksi lebih dari Rp 300 triliun, Sri Mulyani bakal menindaklanjuti sesuai dengan tugasnya.
Baca juga: Temui Influencer hingga Pegiat Seni, Sri Mulyani Serap Aspirasi untuk Bersih-Bersih Kemenkeu
Pihaknya pun menjelaskan detail pembagiannya.
PPATK, kata Sri Mulyani telah mengirimkan surat kepada Kemenkeu pada 7 Maret 2023.
"Surat ini berisi serluruh surat-surat PPATK kepada Kemenkeu terutama inspektorat jenderal dari periode 2009-2023 ada 196 surat."
"Surat ini tanpa ada nilai transaksi, hanya ada nama yang ditulis PPATK dan tindak lanjut Kemenkeu," ujar Sri Mulyani.
Terhadap 196 surat tersebut, Insperktorat Jendral dan Kemenkeu telah melakukan sejumlah langkah.
"Dari Gayus sampai sekarang, ada yang sudah kena sanksi, penjara, ada yang diturunkan pangkatnya, kita menggunakan PP Nomor 94 tahun 2010 mengenai ASN," lanjut Sri Mulyani.
Soal Rp 300 triliun, Kemenkeu baru menerima surat kedua pada 13 Maret 2023 yang berisi angka nilai transaksi dengan nomor SR/3160/AT.0101/III/2023.
Dijelaskan Sri Mulyani, di dalam surat tersebut berisi rekapitulasi hasil pemeriksaan transaksi keuangan Kementerian Keuangan.
Baca juga: Tak Hanya Mahfud, Sri Mulyani Juga Bakal Dipanggil DPR soal Polemik Transaksi Rp300 T di Kemenkeu
Ada lampiran 300 surat dengan nilai transaksi total Rp 349 triliun.
"65 surat dari 300 surat tersebut, berisi transaksi keuangan dari perusahaan/badan/perseorangan yang didalamnya tak ada orang Kemenkeu," ujar Sri Mulyani.
Namun, surat tersebut menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu, yakni soal ekport dan import.
"65 surat tersebut senilai Rp 253 triliun, artinya PPATK menengarai adanya transaksi perekonomian, perdagangan atau pergantian properti yang mencurigakan dan dikirimkan kepada Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa menindaklanjutinya sesuai tugas kita."
"99 surat lainnya, adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksinya Rp 74 triliun, sedangkan 135 surat dari PPATK yang menyangkut ada nama pegawai Kemenkeu, nilainya lebih kecil dari itu (sekitar Rp 22 triliun)," jelas Sri Mulyani.
Dan satu surat yang sangat menonjol dari PPATK adalah nomor 205/PR.01/2020 dikirimkan 19 Mei 2020.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)